andriewongso.com |
Dalam
sebuah dongeng dikisahkan seorang tukang batu sedang asyik memecah batunya
ketika seorang raja adan serombongan pejabat istana lewat menggunakan kereta
kuda kerajaan untuk melakukan inspeksi terhadap pembangunan yang sedang
dilakukan. Tukang batu yang kelelahan memecah batu, yang tidak setimpal dengan
uang yang diterimanya, mulai berandai-andai.
“Ah,
seandainya aku menjadi raja, tentu kerjanya enak. Hanya jalan-jalan kesana-kemari.
Jalan sana, jalan sini. Periksa sana, periksa sini. “ gumamnya.
Rupanya
angan sang Tukang Batu terdengar oleh Dewa. Seketika itu pula ia langsung
berubah menjadi raja, lengkap dengan para pengawalnya. “Raja” pun mulai
melakukan inspeksi mendadak. Di tengah teriknya sengatan matahari, diapun mulai
kepanasan. Kembali sang “Raja” ini mulai berandai-andai lagi, seandainya dia
menjadi matahari. Dewa pun kembali mendengar pengandaiannya ini, dia pun
berubah menjadi matahari.
Betapa
bangganya dia menjadi matahari, dengan seenaknya mengatur panas kesana-kemari.
Sedang asyiknya menyinari bumi, tiba-tiba ia merasakan gelap dan tidak dapat
melihat. Rupanya sang awan menutupi wajahnya sehingga sinarnya terhalang.
Bahkan ia mendengar seruan orang-orang di bawah yang bersorak-sorai membawa
awan yang membawa hujan dan terdengar pula beberapa kutukan terhadap sinarnya.
Kembali, ia pun ingin menjadi awan yang notabene
telah mampu merebut reputasinya sebagai sang surya.
Dewa
yang baik hati kembali mengubahnya menjadi awan. Namun hal ini tidak berlangsung
lama ketika ia sedang enak-enaknya bersenda gurau dengan sang hujan, ada angin
yang menerpanya dan menyuruhnya pergi dari situ. Tidak dapat menolak, tidak
dapar berontak karena demikianlah hukum alam. Merasa dilecehkan, ia pun meminta
kepada sang Dewa supaya dapat mengubahnya kembali menjadi angin. Dewa pun
mengubahnya, tinggallah dia dengan enaknya menghembuskan angin sepoi-sepoi dan
menetapkan sendiri kapan badai harus diberikan di suatu tempat.
Lama
berselang ia bermain-main dengan “kuasa”nya, baru sadar bahwa ada satu benda
yang tidak bergeming diterpa angin sekeras apapun, yaitu gunung. Dewa pun
mengerti kegundahan hati sang angin dan segera mengubahnya menjadi gunung. Dia
pun bangga, kini kekuasaannya tidak ada yang dapat menggeser. Bahkan dia merasa
bahwa tampuk kekuasaan yang disandangnya dapat seumur hidup karena kekuatannya
yang luar biasa.
Sayup-sayup
dari kejauhan dia mendengar suara seperti orang yang memukul-mukul sesuatu.
Diapun merasa tidak asing lagi dengan suara tersebut. Pada saat yang bersamaan
dia merasa sakit yang luar biasa ketika sadar bagian tubuhnya ada yang
dipukul-pukul oleh seorang tukang batu. Kesombongannya sekejap menjadi sirna. Dia
pun memohon untuk dikembalikan menjadi Tukang Batu saja.
Pelajaran yang bisa
dipetik:
Adakalanya
kita belajar dari sang tukang batu untuk
membuka mata kesadaran kita bahwa segala sesuatunya ada yang mengatur. Dan
makna dalam hidup akan kita peroleh manakala kita sadar tentang bukan dari mana
kita memulai, namun –yang penting- dimana kita akan berakhir.
(Diambil
dari buku “Setengah Isi Setengah Kosong”)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar