Sahabat....
Kali ini saya perlu menjelaskan lebih jauh tentang poligami. Karena ada di antara kita: sahabat yang anti poligami, dan ada juga sahabat yang mendukung dengan sangat.
Kali ini saya perlu menjelaskan lebih jauh tentang poligami. Karena ada di antara kita: sahabat yang anti poligami, dan ada juga sahabat yang mendukung dengan sangat.
Sahabat yang anti poligam, mereka telah
membenci poligami dengan membabi buta. Padahal poligami adalah salah satu
syariat Allah.
Membenci poligami berarti membenci salah satu
aturan Allah.
Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Allah.
Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Islam.
Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Rasulullah.
Padahal Surga dimasuki orang ridlo kepada Allah dan diridloi oleh Allah.
Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Allah.
Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Islam.
Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Rasulullah.
Padahal Surga dimasuki orang ridlo kepada Allah dan diridloi oleh Allah.
”Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah
surga `Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang
demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS Al
Bayyinah:8)
Sebagai seorang muslim kita harus ridlo Allah
sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul
(‘radhiitu billahi robban wa bil Islami diinan wa bi Muhammadin nabiyyan’ wa
rasuulan)
Sahabat yang mendukung poligami dengan
sangat…Mereka berkampanye tentang poligami. Mereka menganggap berpoligami
adalah kemuliaan. Bahkan sebagian mengukur kebaikan agama seseorang adalah bila
dia berpoligami dan mau dipoligami. Karena mereka menganggap poligami adalah
sunnah Rasul yang harus diikuti.
Lalu bagaimana melihat poligami dengan
bil-hikmah ?
Poligami adalah bagian dari aturan Allah.
Poligami adalah salah satu solusi yang diberikan oleh Allah. Tetapi dalam
pelaksanaannya harus dengan syarat yang telah ditentukan. Dan tidak gampang
untuk setiap orang bisa melaksanakannya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ”Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS An-Nisa, 4:3)
Pada saat ayat tersebut turun…Poligami sudah
menjadi budaya masyarakat saat itu. Bahkan memiliki isteri dan selir lebih dari
empat. Dengan ayat ini Allah membatasi hanya empat isteri saja. Itupun dengan
bil-hikmah Allah menawarkan …
Bagi orang yang takut tidak berlaku adil, maka
hendaknya menikah dengan seorang isteri saja. Ayat tersebut bukan memotivasi
dan mengapresiasi poligami. Ayat tersebut adalah cara Allah mengajak hidup
berkeluarga secara adil. Seperti proses Allah mengharamkan khomer yang sudah
menjadi bagian dari budaya saat itu. Allah tidak langsung mengharamkannya.
Demikian juga dengan poligami.
Para sahabat disuruh memilih yang terbaik buat
mereka. Jadi hukum poligami adalah mubah
(boleh) dengan syarat. Dan syaratnya adalah orang tersebut yakin dapat berlaku
adil. Bila syarat tidak bisa dipenuhi, maka berubah menjadi makruh (dibenci) atau
haram (dilarang).
Orang yang menambah isteri berarti menambah
amanah, menambah tanggung jawab, beban dan ujian. Dan bila memahami makna hidup
adalah ujian, maka jangan sekali-kali meminta diuji atau minta amanah. Seperti
halnya meminta jabatan. Kecuali diberi amanah.
Dan langit, bumi dan gunung pun enggan memikul
amanah, kecuali manusia yang mau menerima…Bahkan meminta dan memperebutkannya…
”Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh.”( QS Al-Ahzab : 72)
’Kullukum raa’in wa
kullukum mas’uulun ’an ra’iyyatihi’
”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.”
”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.”
Kemudian apa yang dimaksud adil ?
Adil
adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Melakukan sesuatu yang seharusnya.
Melakukan sesuatu sesuai kehendak Allah dan Rasul-Nya. Lawan dari adil adalah
zhalim, yang berarti berbuat aniaya dan dosa.
Jadi
adil tidak jauh berbeda dengan taqwa.
”Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah:8)
Dalam Al-Quran Allah
menjelaskan bahwa berlaku adil dengan isteri-isteri adalah sangat susah : ”Dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS
An-Nisa, 4:129)
Karena untuk berlaku adil
adalah tidak mudah. Maka hanya orang-orang tertentu saja yang bisa
melakukannya. Yaitu hanya orang-orang yang sangat bertaqwa saja yang bisa
berlaku adil. Sehingga apabila belum bisa adil dan bertaqwa dengan satu isteri,
mengapa berani menambah isteri lagi?
Bila ingin lebih mudah dalam menjalani ujian hidu dan takut berlaku tidak adil…
Bukankah lebih baik beristeri satu saja ?
Tidak
ada keadilan bagi orang yang berpoligami dengan sembunyi-sembunyi karena dia
telah berbohong dan berdusta, yang berarti dia telah berbuat zhalim kepada
dirinya, isteri-isterinya dan anak-anaknya serta orang-orang lain yang telah
dibohongi.
Tidak ada keadilan bagi orang yang tidak bisa
adil dan bertaqwa dengan satu isteri.
Kemudian dia menambah isteri lagi.
Kemudian dia menambah isteri lagi.
Satu amanah saja tidak bisa memenuhi
hak-haknya ?
Apatah lagi dengan lebih dari satu isteri ?
Bukankah ini adalah kezhaliman dengan diri dan
orang-orang yang menjadi tanggungannya?
Tidak ada keadilan bagi orang yang berpoligami
tanpa keputusan bersama. Karena keputusan bersama adalah awal dari keadilan.
Karena Keluarga harus penuh keharmonisan dan kebersamaan. Dan keadilan juga
berdasarkan keharmonisan dan kebersamaan.
Tidak
ada keadilan, bila berpoligami hanya menuruti hawa nafsu saja. Karena menuruti
hawa nafsu selalu bertentangan dengan keadilan.
Tidak
ada keadilan, bila dengan poligami hilang kebahagiaan. Karena kebahagiaan
adalah cermin Keadilan.
Poligami
sunnah Rasulullah ?
Poligami memang sunnah Rasul. Karena poligami
merupakan bagian dari pernikahan. Dan menikah adalah sunnah Rasul.
(’Sunnah’
menurut Imam Syafi’i adalah penerapan Nabi Muhammad Shalallahu ’alaihi wa
sallam terhadap wahyu yang diturunkan. Pada kasus poligami Rasulullah sedang
mengejawantahkan surat An-Nisa ayat 2-3 mengenai perlindungan terhadap janda
mati dan anak-anak yatim. Sehingga dari sekian perkawinannya Rasulullah menikah
denga janda mati, kecuali dengan Aisyah binti Abu Bakar Radliyallahu ’anha.)
Jadi
Hukum asal poligami adalah sama dengan menikah yaitu mubah. Dan bisa berubah menjadi
sunnah, wajib, makruh, bahkan haram. Jadi bukan seperti sholat sunnah atau
puasa sunnah. Sehingga orang termotivasi untuk melakukan poligami seperti
termotivasi untuk melakukan amalan sunnah (nawafil). Orang yang melakukan
banyak amalan sunnah (nawafil) akan membuat baik agamanya, dan Allah akan
semakin mencintainya.
Akan
tetapi orang yang telah melakukan poligami belum tentu menjadikan baik
agamanya. Kalau dia bisa adil dan bertaqwa baru akan membuatnya mulia. Tetapi
bila dia tidak adil maka akan membuat dia celaka. Ketaqwaannya bukan diukur
dengan pelaksanaan poligami tersebut, akan tetapi dari keadilannya (baca
taqwanya).
”Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS
Al-Hujurat : 13)
Lalu
bagaimana Rasulullah melakukan poligami?
Rasulullah hidup pada masa jahiliyah, dimana
orang biasa berpoligami lebih dari 4 isteri. Tetapi Rasulullah memulai hidupnya
dalam berkeluarga dengan monogami,
yaitu dengan beristerikan Khadijah binti Khuwalid. Pernikahan ini berlangsung selama 28 tahun. Dua tahun sepeninggal Khadijah baru Rasulullah berpoligami. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau.
yaitu dengan beristerikan Khadijah binti Khuwalid. Pernikahan ini berlangsung selama 28 tahun. Dua tahun sepeninggal Khadijah baru Rasulullah berpoligami. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau.
Sahabat…
Bila suami-iateri telah sepakat untuk berpoligami, musyawarahkan lagi dan perhatikan hal-hal yang berat untuk berlaku ADIL di bawah ini:
Bila suami-iateri telah sepakat untuk berpoligami, musyawarahkan lagi dan perhatikan hal-hal yang berat untuk berlaku ADIL di bawah ini:
1. Tidak sanggup menafkahi.
2. Tidak sanggup membahagiakan.
3. Tidak sanggup mengelolah kecemburuan.
4. Tidak sanggup mengatur waktu.
5. Memberikan citra negatif pada dakwah.
6. Membuat keretakan hubungan keluarga besar
suami-isteri.
7. Mengurangi produktifitas dakwah.
8. Mengurangi perhatian terhadap anak-anak.
9. Menguras tenaga, pikiran dan perasaan.
10. Menambah masalah hidup yang sudah berat.
11. Menambah amanah yang akan
dipertanggungjawabkan.
Bila Engkau dan isteri
merasa berat untuk hal-hal tersebut, maka bersenang-senanglah dengan istri
satu-satunya.
Bersyukurlah dengan apa
yang ada…
Nikmati dan buatlah harmonisasi dan variasi…
Dan buatlah lebih terbuka dalam komunikasi..
Nikmati dan buatlah harmonisasi dan variasi…
Dan buatlah lebih terbuka dalam komunikasi..
Bila Engkau menginginkan
sesuatu dengan wanita lain…
Lakukanlah dengan isterimu yang sudah ada dan halal untukmu…
Nikmatilah dan syukurilah…
Lakukanlah dengan isterimu yang sudah ada dan halal untukmu…
Nikmatilah dan syukurilah…
Dari
Jabir, sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat wanita,
lalu Baginda masuk ke tempat kediaman Zainab, untuk melepaskan keinginan
Baginda kepadanya, lalu keluar & bersabda, “Wanita kalau menghadap, ia
menghadap dalam rupa syaithan…….apabila seseorang di antara kamu melihat wanita
yang menarik, hendaklah ia mendatangi isterinya karena pada diri isterinya ada
hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu.” (Hadis Riwayat Tirmidzi)
Bila Engkau tidak dapat
memiliki apa yang Engkau sukai…
Maka sukailah apa yang Engkau miliki.
Wallahu a’lam bishshowab.
Maka sukailah apa yang Engkau miliki.
Wallahu a’lam bishshowab.
Semoga dapat mengambil
HIKMAH.
(Kata-Kata Hikmah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar