TOPENG KEHIDUPAN


Hampir di antara kita menyukai orang yang jujur. Kejujuran relatif akan membawa kebaikan atas banyak urusan. Suatu kerjasama tak akan terjalin baik tanpa adanya kejujuran. Suatu amanah pun tak akan diberikan bila tidk direkatkan dengan adanya kejujuran. Sidang pengadilan kasusnya dapat terselesaikan melalui kesaksian-kesaksian yang diambil kejujurannya melalui sumpah.


Tapi benarkah kita menyukai sesuatu yang jujur?

Kala sayur dikata suami keasinan, jujrkah kita senang mendengarnya?

Ketika istri menegur hobby suami yang sudah menghabiskan banyak biaya, jujurkah kita suka akan tegurannya?

Ketika kita katakan koreksilah bila ada kesalahan, jujurkah kita akan menerima legowo  masukan yang disampaikan?

Ber-amar ma'ruf nahi munkar dalam berdakwah, jujurkah kita sendiri mau menerima saat diingatkan orang lain?

Faktanya, kita seringkali membutuhkan topeng-topeng dibandingkan kejujuran. mereka yang diam atas kesalahan yang terjadi lebih mendapat tempat dalam pertemanan dibanding yang kritis dan jujur mengatakan kebutuhan untuk perbaikan.

Manusia cenderung lebih nyaman dengan topeng-topeng yang menampakkan  kebaikan di depan, namun entahlah bila di belakang. Menjaga hubungan menjadi lebih utama dengan mengabaikan kebenaran yang bisa jadi nomor ke sekian. Topeng jauh lebih laku daripada sikap jujur dalam bersikap. Menjaga zona nyaman lebih didahulukan daripada membuat sedikit kegaduhan. Topeng yang berhasil mengemas keluhan, pembicaraan di belakang layar dalam raut muka yang seolah memberikan penghargaan. Tak ada keberanian untuk menyatakan pendapat dan menunjukkan dimana posisi kita berada. Sepandangan atau berseberangan jalan. Pantaslah bila ada seseorang yang berkata, "Kita bersikap seolah-olah baik-baik saja di depan seperti yang lainnya, daripada nanti ribut. "

Bisa dipahami apabila topeng dimunculkan sebagai upaya untuk menahan diri. Hanya sayang, topeng yang ditemukan hanyalah kamuflase dari sikap berani bicara di belakang, namun diam saat berhadapan.

Selalu ada resiko dari setiap keputusan sikap yang kita ambil. Namun diam, bukan pilihan bijak di saat kebenaran memerlukan seseorang untuk menampakkannya. Tidak disukai dan akhirnya memiliki teman yang berseberangan adalah satu hal yang tak terbantahkan. Hadapi dan kuatkan hati. Di dunia, tak ada yang abadi bertahan lama. Cepat atau lambat keadaan akan membaik kembali. Satu dua teman hilang, tiga empat teman lainnya akan datang. Lawan menjatuhkan, akan selalu ada orang yang siap membela tanpa diminta. Demikianlah hidup.

Biarpun zona nyaman dengan melakukan pembiaran atas hal yang menurut kita salah, banyak memberikan keuntungan dari nama baik, penghargaan, dan dukungan yang diberikan sekitar, tapi berani berdiri mengambil posisi menjadi solusi dari masalah yang belum pernah tuntas dijadikan sebagai bahan pembicaraan jauh lebih berarti. Mempersempit potensi keburukan, menyesakkan bagi perilaku ketidakjujuran, membantu yang lemah, dan meminimalkan perselisihan.

Kita tidak memiliki urusan dengan apapun komentar orang. Urusan kita hanyalah memastikan kejujuran dari topeng kehidupan yang kita kenakan.

Share:

DUA HAL YANG DISYUKURI


Dua hal yang saya syukuri kini:

Saat belum menikah

Mau mendengarkan harapan orangtua untuk tidak melamar bekerja di bank, padahal saat itu dukungan penuh diberikan saudara lainnya. Alasannya sederhana, agar ada yang meneruskan usaha keluarga. Siapapun tahu bekerja di bank selain dari prestise di mata orang-orang, juga gaji bulanannya sangat besar untuk ukuran kota Kembang.

Setelah menikah

Saat dua kali ditolak bank untuk klaim pengajuan kredit rumah, padahal DP sudah penuh diberikan.

Kecewanyaaaa jangan ditanya. Sampai tak habis fikir apanya yang salah? Sedangkan adikku saja proses pengajuan hingga survey lokasi rumah terkesan mudah. Saya, kakaknya yang memiliki usaha kok nampak dipersulit.

Sekalipun tahu bank mengandung unsur riba, saya dulu masih mengabaikannya karena menganggap bank bisa menjadi solusi pemenuhan kebutuhan usaha dan rumah tangga yang tidak bisa dananya disediakan tunai. Tak dinyana, perjalanan hidup ternyata semakin menguatkan kesadaran kami tentang buruknya riba dalam pandangan Tuhan dan agama.

Bila dulu boleh jadi ada rasa kecewa, kini saya justru mengucap hamdalah.
Alhamdulillah, dulu orangtua tidak mengijinkan saya bekerja di bank.
Alhamdulillah, pengajuan kredit rumah kami ditolak dua bank.  

Boleh jadi, peluang kerja berprestise itu hilang dan rumah pun melayang, namun bila kemudian itulah cara Allah menyelamatkan kami dari riba dengan tidak memberikan apa yang kami kira itu kebaikan dan kemajuan berfikir...masyaallah, kami sangat bersyukur. Soal rumah dan rejeki, kami yakin Allah telah atur yang terbaik bagi kami. Insyaallah, nanti pada saatnya kami pasti punya.


Pelajaran penting:

~ Jangan pernah berhenti berdoa hanya karena merasa doa kita tidak dikabulkan. Dan jangan berbelok prasangka hanya karena kenyataan tak seperti yang diharapkan. Berprasangka baiklah...itu yang kelak akan membawa kita untuk menemukan kebaikan-kebaikan dibalik ketidakterkabulannya sebuah doa. Allah Maha Tahu tentang kita dibandingkan diri kita sendiri. Ikuti saja kehendak-Nya, berusahalah berlaku sesuai aturan-Nya dan urusan dunia serahkan semua pada-Nya.
~ Jangan iri atas apa yang orang lain miliki dan tidak didapati pada diri. Allah tak pernah salah dalam memberi. Semua terukur, seimbang dan penuh keadilan. Yakinlah!

Share:

Popular

Pengunjung saat ini

Ruang Siar

Label

Label Cloud