Garut,
26 Desember 2013
Shalihaat....pernah
merasa disakiti? Dikhianati oleh orang yang selama ini kita sayangi? Dibohongi
oleh seseorang yang selama ini kita percayai? Pasti pernah. Dan kalau kemudian
saya tanya bagaimana perasaan Shalihaat pada saat itu? Jawabannya pasti
serempak sama: sakit hati.
Bagaimana tidak sakit hati apabila yang melakukannya adalah
orang yang begitu dekat dengan kita. Orang yang selama ini mendapat perhatian
besar dari kita. Tapi apakah kemudian perasaan negatif itu akan terus dibiarkan
bercokol dalam hati kita?! Mengambil seluruh hari-hari bahagia kita?! Menyedot
seluruh energi positif kita?! No....no....no.....! Jangan biarkan itu terjadi!
Teramat merugi bila rasa sakit mengambil seluruh hari-hari bahagia kita dan
tanpa diikuti sikap positif.
Bagi
kita, Shalihaat...apapun menu kehidupan yang ada di hadapan, selalu
jadikan itu ‘batu loncatan’ untuk perbaikan hidup selanjutnya. Jangan biarkan
kita terus berkutat di area yang tidak memberikan kontribusi kebaikan apapun. Pelajaran
kehidupan harus jadi ladang amal dan lahan subur tempat karakter diri tumbuh
dan berkembang menjadi lebih baik. Bisakah? Insyaallah, bisa sepanjang kita mampu
mengolahrasa, mengendalikan diri. Caranya:
1. Menangislah bila itu memang perlu
Saya
fikir, sejenak menjatuhkan air mata sebagai tanda kesedihan adalah reaksi alamiah
untuk melepaskan sebagian energi-energi negatif yang ada dalam tubuh. Energi
yang terlepas bebas akan mengurangi tekanan rasa yang ada, meringankan hati,
mencerahkan fikiran, dan membebas sebagian beban diri. Itulah mengapa, belum
apa-apa, hanya dengan menangis seseorang sudah merasakan beban masalahnya
seakan berkurang. Hatinya berasa plong. Dan itu amat sangat membantunya untuk
bisa bersikap lebih tenang, mengambil langkah keputusan atas masalah dengan
kepala dingin, dan tidak terlalu banyak disetir oleh emosi yang meledak-ledak.
2.
Bersikap tenang
Tak
ada yang lebih baik dalam menghadapi sesuatu kecuali adanya sikap tenang. Tanpa
itu, apapun sikap yang akan kita ambil, akan lebih tersetir oleh emosi yang
sedang meluap. Energi negatif pun seolah mendapat jalan untuk dikeluarkan. Hati
pun mendorong kita untuk terburu-buru melakukan sesuatu tanpa berfikir lebih
panjang. Semua seolah mengarahkan kita pada gerak instan ‘saat itu’ dan apapun hasilnya ‘gimana nanti’ saja.
Shalihaat, tak ada
yang paling menyelamatkan kecuali bersikap tenang. Tapi tentu saja, hal ini
tidak mudah untuk dilakukan. Bagaimana dalam keadaan hati kesal, marah, emosi
memuncak, lantas pada saat yang bersamaan kita harus bersikap tenang dan tidak
terpancing emosi. Terbayang kesulitan dalam memanage diri sendiri. Hanya selagi
kita mau belajar untuk ‘mengolah rasa’ pasti bisa. Caranya:
* Setiap kali kita mendapat masalah, selalu jadikan itu sebagai sebuah latihan/PR yang harus kita diselesaikan dengan baik dalam menjalani Sekolah Kehidupan.
* Pandanglah masalah/ujian itu sebagai sebuah tantangan/peluang dan bukan sebagai sesuatu yang akan mengancam dan menghancurkan kehidupan kita.
* Singkirkan jauh-jauh fikiran bahwa kita adalah makhluk satu-satunya di dunia yang paling menderita. Ingat....di luar sana, masih banyak orang lain yang keadaannya tidak seberuntung diri kita dengan ujian yang jauh lebih berat. Dibanding jumlah kesulitan, masih terdapat banyak kebaikan dan keberuntungan yang kita miliki. Dari karunia berupa kesehatan saja berapa banyak kenikmatan yang kita nikmati daripadanya. Tak terhitung. Preteli saja bagaimana masing-masing organ tubuh dapat berfungsi dengan baik sehingga bisa menopang ajegnya tubuh dalam melakukan banyak hal. So....apa alasan yang membuat kita lantas merasa dengan ujian hidup lantas membuat ‘dunia seakan runtuh’?
* Selalu belajarlah sesuatu dari setiap masalah hidup yang akan membuat kita menjadi lebih baik dan lebih baik. Apabila didapati kesalahan pada diri, akui, minta maaf dan perbaiki. Namun apabila yang terjadi sebaliknya, belajarlah untuk tetap berendah hati.
* Kuatkan tekad dan yakini untuk menjadikan kita sebagai sosok sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah Saw yang artinya:
* Setiap kali kita mendapat masalah, selalu jadikan itu sebagai sebuah latihan/PR yang harus kita diselesaikan dengan baik dalam menjalani Sekolah Kehidupan.
* Pandanglah masalah/ujian itu sebagai sebuah tantangan/peluang dan bukan sebagai sesuatu yang akan mengancam dan menghancurkan kehidupan kita.
* Singkirkan jauh-jauh fikiran bahwa kita adalah makhluk satu-satunya di dunia yang paling menderita. Ingat....di luar sana, masih banyak orang lain yang keadaannya tidak seberuntung diri kita dengan ujian yang jauh lebih berat. Dibanding jumlah kesulitan, masih terdapat banyak kebaikan dan keberuntungan yang kita miliki. Dari karunia berupa kesehatan saja berapa banyak kenikmatan yang kita nikmati daripadanya. Tak terhitung. Preteli saja bagaimana masing-masing organ tubuh dapat berfungsi dengan baik sehingga bisa menopang ajegnya tubuh dalam melakukan banyak hal. So....apa alasan yang membuat kita lantas merasa dengan ujian hidup lantas membuat ‘dunia seakan runtuh’?
* Selalu belajarlah sesuatu dari setiap masalah hidup yang akan membuat kita menjadi lebih baik dan lebih baik. Apabila didapati kesalahan pada diri, akui, minta maaf dan perbaiki. Namun apabila yang terjadi sebaliknya, belajarlah untuk tetap berendah hati.
* Kuatkan tekad dan yakini untuk menjadikan kita sebagai sosok sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah Saw yang artinya:
“Sangat mengagumkan keadaan
orang mukmin itu, sebab keadaan bagaimanapun baginya adalah baik dan tidak
mungkin terjadi demikian kecuali bagi seorang mukmin saja. Jika mendapat nikmat
ia bersyukur dan itu baik baginya, dan apabila menderita kesusahan, ia
bersabar, maka itupun baik baginya. ” (HR. Muslim)
* Mintalah nasehat dari orang-orang yang arif dan lebih dewasa dalam pemikiran di sekeliling kita. Mereka bisa orangtua kita, suami/istri, saudara, sahabat, ustadz/ah, atau siapapun itu yang bisa memberikan masukan berharga untuk kita. Yang dalam memberikan nasehatnya bukan saja memberikan solusi akan tetapi juga menenangkan. Dan bukan malah mengompori keadaan menjadi lebih ‘panas’.
* Sadarilah, bahwa hidup ini selalu berbanding lurus antara perbuatan dan hasilnya. Setiap kali kita melakukan kebaikan kepada orang lain, maka hakekatnya kita sedang memperlakukan baik diri sendiri. Begitupula sebaliknya, apabila kita melakukan perbuatan buruk pada orang lain, maka sebenarnya kita sedang memperlakukan buruk diri sendiri. Kesadaran ini akan menjaga kita untuk selalu berhati-hati dalam menjalani hidup karena apapun yang kita lakukan, semua akan berbalik pada diri sendiri. Disamping juga, akan lebih menenangkan diri untuk tidak memiliki perasaan dendam dan benci berlebihan pada siapapun orang yang telah berlaku buruk atas kita.
* Tak ada tempat bergantung dan memohon perlindungan yang paling baik selain Dia, Allah Swt. Ada sesuatu yang bisa kita lakukan, fikirkan dengan keterbatasan kapasitas yang kita miliki sebagai manusia. Namun di samping itu, banyak hal yang luput dari kemampuan diri. Maka setelah usaha perbaikan maksimal kita lakukan, selanjutnya biarkan tangan-tangan kuasa Allah yang bermain atasnya.
* Yakini pula, bahwa banyak cara Allah dalam menunjukkan rasa sayang pada hamba-Nya. Dan salah satunya adalah melalui pemberian ujian. Saat Allah menghendaki sesuatu yang lebih baik bagi hamba-Nya baik dari sisi kemampuan, daya juang hidup, tingkat keimanan, kemapanan, sampai pada kualitas hati, maka Allah akan membekali hamba-Nya dengan perangkat-perangkat hidup yang diperlukan untuk menuju kesana.
* Mintalah nasehat dari orang-orang yang arif dan lebih dewasa dalam pemikiran di sekeliling kita. Mereka bisa orangtua kita, suami/istri, saudara, sahabat, ustadz/ah, atau siapapun itu yang bisa memberikan masukan berharga untuk kita. Yang dalam memberikan nasehatnya bukan saja memberikan solusi akan tetapi juga menenangkan. Dan bukan malah mengompori keadaan menjadi lebih ‘panas’.
* Sadarilah, bahwa hidup ini selalu berbanding lurus antara perbuatan dan hasilnya. Setiap kali kita melakukan kebaikan kepada orang lain, maka hakekatnya kita sedang memperlakukan baik diri sendiri. Begitupula sebaliknya, apabila kita melakukan perbuatan buruk pada orang lain, maka sebenarnya kita sedang memperlakukan buruk diri sendiri. Kesadaran ini akan menjaga kita untuk selalu berhati-hati dalam menjalani hidup karena apapun yang kita lakukan, semua akan berbalik pada diri sendiri. Disamping juga, akan lebih menenangkan diri untuk tidak memiliki perasaan dendam dan benci berlebihan pada siapapun orang yang telah berlaku buruk atas kita.
* Tak ada tempat bergantung dan memohon perlindungan yang paling baik selain Dia, Allah Swt. Ada sesuatu yang bisa kita lakukan, fikirkan dengan keterbatasan kapasitas yang kita miliki sebagai manusia. Namun di samping itu, banyak hal yang luput dari kemampuan diri. Maka setelah usaha perbaikan maksimal kita lakukan, selanjutnya biarkan tangan-tangan kuasa Allah yang bermain atasnya.
* Yakini pula, bahwa banyak cara Allah dalam menunjukkan rasa sayang pada hamba-Nya. Dan salah satunya adalah melalui pemberian ujian. Saat Allah menghendaki sesuatu yang lebih baik bagi hamba-Nya baik dari sisi kemampuan, daya juang hidup, tingkat keimanan, kemapanan, sampai pada kualitas hati, maka Allah akan membekali hamba-Nya dengan perangkat-perangkat hidup yang diperlukan untuk menuju kesana.
Rasulullah Saw bersabda yang artinya, “Barangsiapa
yang dikehendaki Allah suatu kebaikan (keuntungan) maka diberinya cobaan. “ (HR. Bukhari)
3.
Sabar.
Kesabaran
merupakan sebuah ‘password’ yang Allah berikan kepada manusia agar selamat
dalam menjalani hidup sebagaimana yang terdapat dalam firman-Nya pada QS
al-Baqarah: 153
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta dengan orang-orang yang sabar. “
Tidak
ada kekayaan yang paling besar dalam menghadapi hidup dengan segala macam
ujiannya kecuali kesabaran. Kesabaran selalu menghantarkan kita pada
ketenangan. Melindungi hati dari banyak berkeluh-kesah, menjaga diri dari
perilaku grasa-grusu.
Dr
‘A’id Abdullah al-Qarni dalam bukunya “Silahkan Terpesona” mengatakan “Kelemahan hanya dapat disembuhkan dengan kesabaran.
Jiwa yang terluka pun hanya dapat disembuhkan dengan kesabaran. Kesabaran adalah penepis kegelisahan,
penggembira orang yang murung, penghibur orang yang lelah, dan pemberi
belansungkawa bagi orang yang mendapat musibah. “
Tidak
mudah untuk berlaku sabar, namun bukan hal tak mungkin bila kita terus
menjadikannya bagian dari sifat kita. Sehingga bolehlah kita memperhatikan
dengan seksama apa yang disampaikan oleh Dr ‘A’id Abdullah al-Qarni tentang
beberapa faktor yang bisa membantu kita untuk memperoleh kesabaran yang indah:
Keyakinan akan tiada gunanya menepis takdir.
Keyakinan akan besarnya pahala bagi sang penyabar.
Memperhatikan sekeliling kita atas banyaknya orang-orang yang tertimpa musibah.
Keyakinan akan tiada gunanya menepis takdir.
Keyakinan akan besarnya pahala bagi sang penyabar.
Memperhatikan sekeliling kita atas banyaknya orang-orang yang tertimpa musibah.
ü
Dalam setiap kegembiraan
pasti adalah kesedihan, dan pada setiap kenikmatan terkandung pelajaran.
4.
Syukur
Shalihaat,
bersyukur kita dilahirkan di tanah Sunda. Ada satu hal yang membuat saya selalu
kagum dengan pribadi orang Sunda, yaitu kebiasaannya mengatakan “untung”
sekalipun dirinya sedang mendapat musibah. Misalnya ketika sepedanya
terserempet motor, dalam kagetnya dia masih mengatakan, “Untung hanya
terserempet, coba kalau ketabrak, waduuuh....celaka! “
“Untung
bukan kepalanya yang kena pukulan, tapi kakinya. “
Kemampuan
untuk melihat sisi terbaik dari setiap ujian akan sangat membantu kita untuk
selalu bersyukur. Selain takaran ujian Allah sesuaikan dengan kadar kemampuan
diri, tentu saja dibalik ujian, banyak kebaikan sebenarnya yang Allah ‘simpan’
disana. Misalnya saja dibalik sakit hati karena merasa merasa
dikhianati, Tidakkah terfikir bahwa
sebenarnya saat itu Allah sebenarnya sedang menolong membukakan mata hati akan
pengkhianatan yang terjadi di belakang kita. Seandainya Allah tidak segera
menolong pada saat yang tepat, boleh jadi begitu banyak ‘kebangkrutan’ hati dan
materi yang sudah terjadi.
Fikiran
dan perasaan yang terlalu fokus pada rasa sakit hati, menutup mata bathin untuk
melihat pertolongan Allah yang jelas ada di hadapan.
Namun
tentu saja, ini bukan berarti bahwa ketika mendapat ujian kita harus
bergembira, akan tetapi lebih kepada agar kita tidak terlalu larut dalam kesedihan
dan segera move on.
6.
Setiap perilaku akan kembali kepada pemiliknya.
Perbuatan
baik/buruk yang kita lakukan terhadap orang lain pada hakekatnya adalah kita
sedang memperlakukan baik/buruk diri sendiri. Begitu pula sebaliknya. Karena
setiap perbuatan, dia akan kembali kepada sang pelakunya. Cepat atau lambat.
Allah
Swt berfirman dalam QS. Al-Hijr: 92-93
فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ () عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. “
Menyadari
hal ini, akankah lara hati kita biarkan bercokol di diri? Masih perlukah kita
membalas keburukan dengan hal yang sama?! Saya yakin....waktu yang kita
luangkan untuk menata hati dan memperbaiki keadaan akan jauh lebih penting
dibandingkan kasak-kusuk untuk hal yang tak perlu.