NIKAH MUT’AH….LINDUNGI DIRI DARINYA!



Tak terfikir dimana letak kemuliaan atas wanita dari dihalalkannya nikah mut’ah. Bisa bersama dengan lelaki namun berstatus suami sementara waktu, membangun rumah tangga berbatas waktu. Tidak ada jaminan perlindungan atas keturunan, tak ada ketentuan atas warisan, tak ada imam rumah tangga dunia dan akhirat. Dan hilangnya rasa malu yang menjadi perhiasan terindah seorang wanita.

Nikah mut’ah memposisikan wanita dalam banyak kerugian dan kehinaan, sekalipun berlindung dibalik jubah besar atau berdalih agama. 

Di Iran, pelaku mut’ah tak bisa melihat jelas pasangannya saat “bermesraan” karena ruangan gelap tak berlampu. Sengaja demikian agar esok siang saat bertemu satu sama lain tak saling kenal dan tak merasa malu. Bila nikah mut’ah adalah benar pengundang surga, lalu mengapa harus ada perasaan malu itu?! Tidakkah itu pertanda sinyal nurani mengingatkan bahwa itu adalah perbuatan dosa?!

Masih di negara yang sama, ada seorang ayah yang bermut’ah dengan darah dagingnya sendiri, karena dia tak tahu dulu pernah bermut’ah dengan ibunya. Bila nikah mut’ah adalah benar, bagaimana mungkin keturunan sendiri luput dari pengetahuan?!

Di lain tempat, pelaku mut’ah bahkan menawarkan diri pada sembarang lelaki. Maaf…apakah tidak merasa ada sesuatu yang salah? Karena wanita yang baik tentu berharap siapapun laki-laki yang menjadi pasangannya adalah laki-laki pilihan, bertanggung jawab, baik agamanya, terpuji akhlaknya, dan memiliki kasih sayang. Bukan pada siapa saja yang berhasil ditemui atau menemui?

Saudaraku…..
Fitrah suci wanita hanyalah mengabdi pada satu pria, dan itu adalah suaminya.
Setia pada satu pria, dan itu adalah suaminya.
Bisa hidup tenang dengan satu pria, dan itu adalah suaminya.
Berganti pasangan sekalipun mungkin bagi segelintir orang menyenangkan, namun dia mengingkari kebenaran dalam dirinya. Dia melawan fitrahnya. 

Seorang wanita asusila saja mengharapkan kehidupannya tidak terus berkubang dalam gelimang dosa. Dia ingin hidup lurus, menikah, dengan satu pria dengan kehidupan normal dan baik-baik saja. Bagaimana mungkin, ada pemahaman mengatasnamakan agama membiarkan penganutnya justru masuk ke dalam kubangan yang hampir sama walau dengan dalih yang berbeda?

Rasanya…mengherankan sekali. Jangankan memakai dalil agama, secara nalar saja, tidak masuk di akal.

Nikah mut’ah dengan dalih surga sebagai ganjaran, rasanya terlalu berlebihan juga. Karena surga itu suci, hanya dapat dicapai dengan perbuatan suci, pernikahan yang suci, niat yang suci, cara yang suci pula seperti aturan yang Allah tetapkan.

Saudaraku…..
Di usia muda masih mungkin engkau bekerja dan hidup mandiri. Tapi bagaimana dengan usia tua nanti? Siapa laki-laki yang akan melindungi, menjaga, dan menjadi teman hidup melewatkan masa? Mana anak-anak yang bangga memanggil kita ibu dan pasti kepada siapa anak-anak memanggil ayah? Atau masihkah bisa memiliki rasa bangga bila anak yang terlahir dari beda ayah, dan ayahnya semua tak ada disamping mereka?

Apa yang hendak engkau ceritakan tentang bahagianya hidup berumah tangga, bila engkau sendiri tak pernah bisa menjalaninya? Keteladanan wanita terhormat seperti apa yang hendak engkau ceritakan pada anakmu, bila engkau saja nikah mut’ah berulang kali?!
Kemuliaan wanita terletak pada kemampuannya menjaga diri dan melindungi kehormatannya. Mungkinkah itu bisa didapatkan bagi para pelaku nikah mut’ah? Rasanya tidak mungkin.

Saudaraku….
Nikah mut’ah akan menyeret kehidupanmu pada keburukan dan kehinaan.
Tak ada konsep RT “samara” dalam nikah mut’ah,
Tak ada keadilan, karena psati wanita akan berada pada posisi yang lemah,
Tak ada keteladanan,
Tak ada tanggung jawab,
Tak ada cinta/kasih sayang sejati,
Tak ada jaminan,
Tak ada perlindungan,
Tak ada ketentuan hukum,
Tak ada kehormatan,
Tak ada kejelasan.

Yang ada hanyalah pemuasan nafsu, niat yang tragis di awal pernikahan, tanggung jawab semu, dan transaksi uang.

Lalu apa bedanya pelaku dengan wanita kupu-kupu malam?!
Sama-sama bertransaksi uang
Sama-sama berbatas waktu
Sama-sama bersembunyi
Sama-sama berpotensi dicampakkan; dan
Sama-sama berpeluang terkena penyakit ganas kewanitaan.

Saudaraku….anggapan kemuliaan, kebaikan bahkan pahala surga dalam nikah  mut’ah yang dijejalkan dalam benakmu adalah omong kosong belaka. Sebuah tipuan mengemas perbuatan dosa dalam balutan agama. Jangan pernah percaya, apalagi meyakininya. Seandainyapun benar, lalu mengapa istri tokoh besar syi’ah Indonesia sendiripun tidak pernah mau melakukannya dan banyak berkelit dari cercaan pertanyaan seputar itu?! Karena dia tahu dan dia pintar: mana mungkin seorang istri terhormat mau berbagi dengan laki-laki yang lain, atau membiarkan suaminya mut’ah dengan istri lainnya. Mana mungkin hal itu dibiarkannya terjadi di hadapannya.

Padahal, tahukah Saudaraku….dalam kitab syi’ah: barangsiapa yang tidak bermut’ah maka dia telah kafir. Bacalah apa yang terdapat dalam kitab “Manhaj As Shodiqin” karangan Fathullah Al Kaasyaani dari As Shodiq, hal: 356, (menerangkan) bahwasanya:

Nikah mut’ah itu adalah dari ajaran agamaku dan agama bapak-bapakku, dan orang yang melaksanakannya berarti dia mengerjakan ajaran agama kita, dan orang yang mengingkarinya berarti dia mengingkari ajaran agama kita, bahkan ia memeluk agama lain dari agama kita. Dan anak (hasil) nikah mut’ah lebih mulia dari anak istri yang tetap/sah. Orang yang mengingkari nikah mut’ah adalah kafir murtad.”

Jelas dan sangat terang sekali bukti kebenaran ada dihadapan kita, bahwa sikap menolak nikah mut’ah beliau bertolak belakang dengan ajarannya sendiri, sekaligus sebagai sebuah pengakuan paling nyata lagi jelas tanpa kata bahwa nikah mut’ah adalah hal yang salah, bertentangan dengan agama yang hanif  dan menyalahi kelurusan hati.
Share:

BENARKAH CARA PENYEMBELIHAN DALAM ISLAM KEJAM?



Dr. Zakir Naik menjawab:

Islam memberikan tuntunan untuk menyembelih hewan (Zabiha) dengan rasa belas kasihan. Zabiha berasal dari kata Zakah atau tazkiya yang artinya menyucikan/membersihkan. Terdapat beberapa syarat dalam penyembelihan hewan, namun yang paling utama adalah pisau mestilah tajam, pemotongan hewan yang dilakukan dengan cepat, harus memberi minum pada hewan sebelum disembelih dan tidak boleh menyembelihnya di hadapan hewan lain, dll.

Akan tetapi sebab saintifiknya adalah kita juga memotong urat leher/kerongkongan, saluran pernafasan, serta saluran darah: yaitu urat leher dan arteri Karotid, tanpa merusak saraf tunjang. Karena jika saraf tunjang tersebut rusak, maka saraf yang bersambung dengan jantung akan terputus dan terjadilah serangan jantung. Darah akan berhenti mengalir dalam badan.

Jika kita melakukan zabiha, kita memotong kerongkongannya, saluran udara  dan saluran darah leher, akan tetapi kondisi jantung masih tetap memompa darah, hewan itu tidak akan mati serta merta dan akan banyak darah yang keluar.

Mengapa kita biarkan banyak darah yang keluar?
Secara ilmu pengetahuan kini diketahui bahwa ternyata darah adalah medium yang baik bagi kuman, bakteri, dan toksin (racun tubuh). Sedangkan Islam adalah agama yang mementingkan kebersihan maka Islam membiarkan banyak darah mengalir keluar dari tubuh hewan  yang disembelih. Selain itu kualitas daging yang diperoleh dengan cara zabiha kesegarannya akan bertahan  dalam waktu yang lebih lama karena tiadanya darah dalam daging. Berbanding terbalik dengan kualitas daging dengan cara sembelihan Jhatka (penyembelihan hewan dengan satu pukulan) atau stunning (penyembelihan dengan cara membuat hewan pingsan/tidak sadar).

Cara penyembelihan dengan cara Jhatka seperti yang dilakukan di Negara India oleh para Sikh, maka darah akan tetap berada dalam tubuh hewan. Andaikata daging yang kita makan bercampur dengan darah, ingat….darah itu mengandung kuman, bakteri, dan toksin dan tidak baik bagi kesehatan.

Kajian saintifik membuktikan bahwa cara sembelihan dalam Islam adalah lebih berperikemanusiaan. Mengapa?
Karena pada saraf yang bertanggung jawab pada rasa “sakit” akan berhenti. Jadi hewan tidak akan merasakan sakit. Adapun hewan yang terlihat seakan menendang atau menggeliat itu disebabkan pada darah tersebut kekurangan darah. Apabila darah pada satu daerah, lengan misalnya,  berkurang, maka otot akan mengetat dan tenang. Demikian juga dengan kaki.

Jadi hewan sembelihan terlihat menendang kakinya atau menggeliat badannya itu bukanlah dikarenakan sakit, akan tetapi sebagai tanda berkurangnya darah pada daerah tersebut. Pancaran darah yang keluar banyak, hewan tersebut akan mati dengan tenang tanpa merasakan sakit. Berbeda dengan stunning/Jhatka,  hewan akan mati dalam waktu yang lama dengan rasa sakit yang amat sangat.

Kesimpulannya: Kaidah penyembelihan “Zabiha” dalam Islam adalah lebi BERPERIKEMANUSIAAN dibandingkan dengan cara ”Jhatka” atau”Stunning” atau manapun.
Share:

BEBERAPA PRINSIP DALAM MASALAH KEUANGAN



Pertama
Orang yang hemat tidak akan pernah meminta bantuan orang lain. Orang yang membelanjakan uangnya dengan baik, memanfaatkan uangnya untuk hal-hal yang penting, tidak boros dan tidak berfoya-foya akan mendapatkan pertolongan dari Allah swt.
“Sesungguhnya, pemboros-pemboros itu adalah saudaranya syetan. “ (QS. al-Isra: 27)

Kedua
Mencari harta lewat jalur-jalur yang mubah dan menghindari yang haram. Allah itu Mahabaik dan hanya menyukai yang baik-baik saja. Allah tidak akan memberkahi harta yang diperoleh dengan cara yang kotor.

Ketiga
Mencari harta yang halal, menghimpunkannya dengan cara yang halal, mengisi waktu  luang, dan tidak membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna.

Abdurrahman bin’Auf, saat ditawari setengah dari kekayaan salah satu dari kaum Anshar sebagai kuatnya ikatan persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar yang telah ditanamkan oleh Rasulullah saw, malah mengatakan, “Tunjukkanlah kepadaku, dimana pasar. “

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. “ (QS. al-Jumu’ah: 10)

(Dr. 'Aidh Abdullah al-Qarni)
           
Share:

JANGAN BERSEDIH



Dalam sebuah atsar sahabat disebutkan: Ketika pagi tiba, janganlah menunggu sore, dan ketika sore tiba, jangan menunggu datangnya pagi.

Artinya,  hiduplah hanya dalam batasan hari ini saja. Jangan mengingat-ingat masa lalu, dan jangan pula was-was dengan masa yang akan datang.

Menyibukkan diri dengan mengingat masa lalu dan meratapi kembali kegetiran-kegetiran hidup yang telah terjadi dan telah berlalu adalah sebuah ketololan dan kegilaan.

Pepatah Cina mengatakan: “Jangan dulu menyeberangi jembatan sebelum anda sampai di jembatan itu. “

Artinya, jangan apriori terhadap kejadian-kejadian yang belum tentu terjadi sampai kita benar-benar mengalami dan merasakannya sendiri.

Salah seorang ulama salaf mengatakan, “Wahai anak Adam, hidupmu itu tiga hari saja: hari kemarin yang telah berlalu, hari esok yang belum datang, dan hari ini dimana Engkau harus bertakwa kepada Allah. “

Maka….kerahkan semua kemampuan untuk hari ini. Berbuatlah semaksimal mungkin, dan pusatkan konsentrasi kita untuk melakukan sesuatu dengan cara meningkatkan kualitas moral, menjaga kesehatan, dan memperbaiki hubungan dengan sesama.  

(“La Tahzan”, Dr ‘Aidh Abdullah al-Qarni)
Share:

Popular

Pengunjung saat ini

Ruang Siar

Label

Label Cloud