PENDUDUK SURGA PUN MENYESAL DI AKHIRAT

Imam Thabrani dalam Hadis Hasan Shahihnya pernah menulis sepenggal kisah tentang surga. Surga digambarkan mempunyai tingkatan-tingkatan yang luasnya seluas langit dan bumi.

Suatu kali, setetes minyak harum dari seorang penduduk surga yang berada di atas jatuh menetes ke surga yang ada di bawahnya. Kejadian itu menghebohkan seisi surga yang ada di bawah. Pasalnya, aroma harum dari setetes minyak harum tersebut mengalahkan wangi-wangian seisi jagad di surga bawah itu. Penduduk surga yang ada di bawah bertanya-tanya, dari manakah wangi harum itu? Semerbak wangi yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Dijawablah oleh malaikat penjaga surga, aroma yang sangat harum itu berasal dari tetesan minyak wangi dari seorang penduduk surga yang tinggal di atas mereka. Penduduk surga bawah itu pun makin penasaran, apa yang membuat orang tersebut bisa memasuki surga yang ada di atasnya? Betapa mulianya orang itu, hingga ditempatkan di surga yang ada di bagian atas.

Malaikat pun menjawab. Amal ibadah si pemilik parfum itu pada dasarnya sama dengan orang-orang yang ada di surga bagian bawah. "Namun bedanya, si pemilik parfum itu memiliki zikir yang lebih banyak dari engkau sebanyak satu kali. Maka ia pun ditempatkan di surga yang lebih tinggi," lanjut malaikat itu.

Saat itu, penyesalanlah yang meliputi penduduk surga yang di bawah. Mereka menyesal, mengapa sewaktu di dunia mereka menyia-nyiakan waktu. Andaikan saja, mereka mau lebih banyak untuk berzikir dan beribadah, tentu mereka bisa ditempatkan di surga yang lebih tinggi.

Di Akhirat, penyesalan tidak hanya datang dari penghuni neraka saja. Hadis Riwayat Thabrani ini membuktikan, penduduk surga sekalipun akan menyesali diri di dalam surga. Mereka menyesal, mengapa tidak menyibukkan diri dengan ibadah.

Mereka menyesal tidak disibukkan dengan urusan-urusan akhirat, kerja-kerja positif, ibadah, serta hal-hal kebaikan. Mereka beranggapan, mereka telah meremehkan akhirat yang saat itu mereka rasakan betapa besar nilainya.

Hadis ini juga menunjukkan, betapa besar nilai sebuah zikir di hadapan Allah dan mendapat ganjaran yang besar. Dalam hadis lain disebutkan, "Ada dua kalimat yang ringan di lidah, tapi berat timbangannya (di Akhirat). Kalimat itu adalah, 'subhanallahi wabihamdihi' dan subhanallahil 'azhimi'." (HR Bukhari).

(Sumber: Republika)
Share:

NAFSU TERSEMBUNYI



Beberapa pakar sejarah Islam meriwayatkan sebuah kisah menarik. Kisah Ahmad bin Miskin, seorang ulama abad ke-3 Hijriah dari kota Basrah, Irak.

Menuturkan lembaran episode hidupnya, Ahmad bin Miskin bercerita:

Aku pernah diuji dengan kemiskinan pada tahun 219 Hijriyah. Saat itu, aku sama sekali tidak memiliki apapun, sementara aku harus menafkahi seorang istri dan seorang anak. Lilitan hebat rasa lapar terbiasa mengiringi hari-hari kami. Maka aku berazam untuk menjual rumah dan pindah ke tempat lain. Akupun berjalan jalan mencari orang yang bersedia membeli rumahku. Bertemulah aku dengan sahabatku Abu Nashr dan kuceritakan kondisiku. Lantas, dia malah memberiku 2 lembar roti isi manisan dan berkata: "berikan makanan ini kepada keluargamu."

Di tengah perjalanan pulang, aku berpapasan dengan seorang wanita fakir bersama anaknya. Tatapannya jatuh di kedua lembar rotiku. Dengan memelas dia memohon:
"Tuanku, anak yatim ini belum makan, tak kuasa terlalu lama menahan siksa lapar. Tolong beri dia sesuatu yang bisa dia makan. Semoga Allah merahmati Tuan." 

Sementara itu, si anak menatapku polos dengan tatapan yang takkan kulupakan sepanjang hayat. Tatapan matanya menghanyutkan akalku dalam khayalan ukhrowi, seolah-olah surga turun ke bumi, menawarkan dirinya kepada siapapun yang ingin meminangnya, dengan mahar mengenyangkan anak yatim miskin dan ibunya ini.

Tanpa ragu sedetikpun, kuserahkan semua yang ada ditanganku. "Ambillah, beri dia makan", kataku pada si ibu.

Demi Allah, padahal waktu itu tak sepeserpun dinar atau dirham kumiliki. Sementara di rumah, keluargaku sangat membutuhkan makanan itu.
Spontan, si ibu tak kuasa membendung air mata dan si kecilpun tersenyum indah bak purnama. 

Kutinggalkan mereka berdua dan kulanjutkan langkah gontaiku, sementara beban hidup terus bergelayutan dipikiranku. 

Sejenak, kusandarkan tubuh ini di sebuah dinding, sambil terus memikirkan rencanaku menjual rumah. 

Dalam posisi seperti itu, tiba tiba Abu Nashr terbang kegirangan  mendatangiku.
"Hei, Abu Muhammad! Kenapa kau duduk duduk di sini sementara limpahan harta sedang memenuhi rumahmu?", tanyanya.

"Subhanallah....!", jawabku kaget. "Dari mana datangnya?"

"Tadi ada pria datang dari Khurasan. Dia bertanya tanya tentang ayahmu atau siapapun yang punya hubungan kerabat dengannya. Dia membawa berduyun-duyun angkutan barang penuh berisi harta", ujarnya.

"Terus?", tanyaku keheranan.

"Dia itu dahulu saudagar kaya di Bashroh ini. Kawan ayahmu. Dulu ayahmu pernah menitipkan kepadanya harta yang telah ia kumpulkan selama 30 tahun. Lantas dia rugi besar dan bangkrut. Semua hartanya musnah, termasuk harta ayahmu.

Lalu dia lari meninggalkan kota ini menuju Khurasan. Di sana, kondisi ekonominya berangsur-angsur membaik. Bisnisnya melajit sukses. Kesulitan hidupnya perlahan lahan pergi, berganti dengan limpahan kekayaan. 

Lantas dia kembali ke kota ini, ingin meminta maaf dan memohon keikhlasan ayahmu atau keluarganya atas kesalahannya yang lalu. 

Maka sekarang, dia datang membawa seluruh harta hasil keuntungan niaganya yang telah dia kumpulkan selama 30 tahun berbisnis. Dia ingin berikan semuanya kepadamu, berharap ayahmu dan keluarganya berkenan memaafkannya." 

Mengisahkan awal episode baru hidupnya, Ahmad bin Miskin berujar :
"Kalimat puji dan syukur kepada-Nya berdesakan meluncur dari lisanku. Sebagai bentuk syukurku, segera kucari wanita faqir dan anaknya tadi. Aku menyantuni dan menanggung biaya hidup mereka seumur hidup. 

Aku pun terjun di dunia bisnis seraya menyibukkan diri dengan kegiatan sosial, sedekah, santunan dan berbagai bentuk amal salih. Adapun hartaku, dia terus bertambah ruah tanpa berkurang. 

Tanpa sadar, aku merasa takjub dengan amal salihku. Aku merasa, telah mengukir lembaran catatan malaikat dengan hiasan amal kebaikan. Ada semacam harapan pasti dalam diri, bahwa namaku mungkin telah tertulis di sisi Allah dalam daftar orang orang shalih. 

Suatu malam, aku tidur dan bermimpi. Aku lihat, diriku tengah berhadapan dengan hari kiamat. 

Aku juga lihat, manusia bagaikan ombak, bertumpuk dan berbenturan satu sama lain.
Aku juga lihat, badan mereka membesar. Dosa dosa pada hari itu berwujud dan berupa, dan setiap orang memanggul dosa dosa itu masing-masing di punggungnya.
Bahkan aku melihat, ada seorang pendosa yang memanggul di punggungnya beban besar seukuran kota (kota tempat tinggal, pent), isinya hanyalah dosa-dosa dan hal hal yang menghinakan.   

Kemudian, timbangan amal pun ditegakkan, dan tiba giliranku untuk perhitungan amal. 
Seluruh amal burukku ditaruh di salah satu daun timbangan, sedangkan amal baikku di daun timbangan yang lain. Ternyata, amal burukku jauh lebih berat daripada amal baikku.
Tapi ternyata, perhitungan belum selesai. Mereka mulai menaruh satu persatu berbagai jenis amal baik yang pernah kulakukan. 

Namun alangkah ruginya, ternyata dibalik semua amal itu terdapat NAFSU TERSEMBUNYI. Nafsu tersembunyi itu adalah riya, ingin dipuji, merasa bangga dengan amal shalih. Semua itu membuat amalku tak berharga. Lebih buruk lagi, ternyata tidak ada satupun amalku yang lepas dari nafsu nafsu itu. 

Aku putus asa.  Aku yakin aku akan binasa. Aku tidak punya alasan lagi untuk selamat dari siksa neraka. 

Tiba-tiba, aku mendengar suara, "masihkah orang ini punya amal baik?"

"Masih", jawab seseorang. "Masih tersisa ini."

Aku pun penasaran, amal baik apa gerangan yang masih tersisa?  Aku berusaha melihatnya. Ternyata, itu HANYALAH  dua lembar roti isi manisan yang pernah kusedekahkan kepada wanita fakir dan anaknya.

Habis sudah harapanku.Sekarang aku benar benar yakin akan binasa sejadi jadinya.
Bagaimana mungkin dua lembar roti  ini menyelamatkanku, sedangkan dulu aku pernah bersedekah 100 dinar sekali sedekah (100 dinar = +/- 425 gram emas), dan itu tidak berguna sedikit pun. Aku merasa benar benar tertipu habis habisan.

Segera 2 lembar roti itu ditaruh di timbanganku. Tak kusangka, ternyata timbangan kebaikanku bergerak turun sedikit demi sedikit, dan terus bergerak turun sampai sampai lebih berat sedikit dibandingkan timbangan kejelekan.

Tak sampai disitu, tenyata masih ada lagi amal baikku.
Yaitu berupa air mata wanita faqir itu yang mengalir saat aku berikan sedekah. Air mata tak terbendung yang mengalir kala terenyuh akan kebaikanku. Aku, yang kala itu lebih mementingkan dia dan anaknya dibanding keluargaku.

Sungguh tak terbayang, saat air mata itu ditaruh, ternyata timbangan baikku semakin turun dan terus turun. Hingga akhirnya aku mendengar seseorang berkata, "Orang ini telah selamat."
 
Pelajaran hidup yang bisa kita petik:

Shalihaat, adakah terselip dlm hati kita nafsu ingin dilihat hebat oleh org lain pada ibadah-ibadah kita?

Buang sekarang keinginan itu. Biarkan hanya untuk Allah saja. Karena segala sesuatu yang selain karena-Nya hanya tipuan kosong belaka. 

Astaghfirullah....
Semoga kita terhindar dr nafsu yg tersembunyi.
Share:

PAKAIAN KETAKWAAN

Mau berpakaian seminim apapun.....silahkan!
Tidak ada yang larang.
Mau berpenamapilan se-sexy apapun....silahkan!
Tak ada yang keberatan.
Asal....itu dilakukan untuk dan di depan suami sendiri.
Lain itu, pakaian kemuliaanlah yang dikenakan kemana-mana.
Jilbab jangan dilepas, pakaian muslimah tak boleh ditanggalkan. Identitas kita ada disana.

Coba dikit saja aturan agama tak dipakai, jangan salahkan bila iman jadi terkulai.
Apalagi bila pakaian “ciluk ba” jadi busana keseharian.
Kaca iman pun kian buram.
Tak dapat jadi cermin ‘tuk membedakan mana yang benar dan yang salah.
Semua nampak sama, tak ada beda.

Itulah akibat bila rasa malu telah berlalu.
Meninggalkan perempuan dari kemuliaan.
Hingga iman pun tak betah bersemayam pada hati dalam rahmat Tuhan.

Sang iman berkata, “Aku tak sudi datang bila sahabatku, malu enggan bertandang. Adanya, hadirku. Tiadanya, kepergianku. “

Shalihaat....tiadakah sedih kau rasakan apabila demi sepotong pakaian, iman kau abaikan, surga pun kau campakkan?!
Mungkin....mungkin...kau tak hedak bermaksud kesana.
Bagimu, pakaian hanyalah sekedar kesukaan, sekedar mengikuti trend busana kekinian.
Kau merasa iman masih melekat erat sekalipun aurat kau nampakkan.
Shalat masih dijalankan, puasa ditunaikan, zakat dikeluarkan, sedekah tak ketinggalan, haji/umrah pun telah pula dilaksanakan.
Masa gara-gara pakaian “ciluk ba” di keseharian, cahaya iman bisa terabaikan, surga bisa tercampakkan?! Tidakkah itu berlebihan. Lebay kali, aaah......fikirmu.

Shalihaat......mari kita lihat apa yang kau sebut “lebay” dalam kacamata iman:
1.       Perintah berhijab adalah sebuah kewajiban yang seharusnya dipenuhi saat masa akhil baligh tiba.
2.       Adanya perintah kewajiban bermakna adanya pahala bila dilaksanakan dan adanya dosa bila ditanggalkan.
3.        Pahala pengundang kebaikan dan dosa pengundang hukuman.
4.       Pahala penghantar kita ke surga, dan dosa akan membawa kita ke neraka.
5.       Apabila Allah yang langsung memerintahkan, artinya tidak ada pilihan kecuali dilaksanakan.
6.       Ketaatan untuk memenuhi kewajiban adalah bukti nyata keimanan. Keingkaran akan kewajiban bukti nyata bahwa iman telah hilang.
7.       Ketaatan yang tidak dilakukan karena ketidaktahuan maka ampunan-nya terbuka lebar. Namun saat ketaatan tidak dilaksanakan dengan penuh kesadaran, maka murka-Nya sedang kau undang.
8.       Aurat yang kau tebar kemana-mana berpotensi dosa bagi dirimu dan setiap mata yang memandang.
9.       Bilapun kau bisa menjaga hatimu dan fikiranmu, bisakah kau lakukan hal yang sama pada orang yang berhati kotor?!
10.    Kau turut menanggung dosa akibat pandangan sesama yang tak terjaga. Tidakkah kau takut itu?

Allah Mahasempurna dalam menetapkan aturan dan Maha pemberi rahmat dalam memahami kekhilafan setiap insan.
Sambutlah perintah-Nya untuk berhijab dengan dada yang lapang.
Dalam setiap aturan-Nya pastilah Allah tempatkan atasnya berjuta kebaikan.
Keselamatan dan kebahagiaan akan menjadi bagian kehidupan di dunia dan di ‘Kampung Keabadian’ andai perintah ikhlas kita jalankan.

Shalihaat...selagi usia masih dikandung badan, jangan pernah tunda perubahan baik yang hendak kau lakukan.
Mulailah secara perlahan. Tanggalkan pakaian ‘ciluk ba’ penebar dosa, berganti busana pengundang surga.
Semoga rahmat Allah bersama di sepanjang perjalanan. Aamyn.
Share:

INILAH YANG TERBAIK



Ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang tampan dan baik. Dia memiliki seorang panglima yang gagah berani dan begitu setia melayani rajanya. Hanya, sang panglima ini memiliki satu kebiasaan saat dimintai pendapat, yaitu selalu mengucapkan: Inilah yang terbaik.

Satu saat sang Raja bertanya tentang kebiasaan panglimanya tersebut.
Raja: Panglimaku, mengapa engkau setiap kali aku mintai pendapat atau saat menghadapi sesuatu selalu mengatakan “itulah yang terbaik”. Apa tidak ada kalimat yang lain selain itu?
Panglima: tidak ada, Paduka. Karena memang itulah yang terbaik menurut hamba.

Merasa “stuck’ dengan jawaban panglima, sang Raja pun tidak meneruskan pembicaraannya. Buat apa? Toh, nanti jawabannya pasti akan kesana-sana juga.

Suatu hari, sang Raja berburu binatang bersama Panglima dan beberapa orang pasukannya. Tak disangka, sang Raja mengalami kecelakaan yang mengakibatkan jari kelingkingnya potong dan berdarah. Dia lantas keluar meminta bantuan Panglima dan mengatakan, “Tolong saya, Panglima. Dasar….naas sekali aku hari ini. Gara-gara pohon itu, jari kelingkingku potong jadinya. “ Katanya sambil menahan rasa sakit. Sang Panglimapun menjawab dengan tenangnya, “Itulah yang terbaik, Tuanku. “

Sontak Sang Raja menjadi marah karenanya. Jawaban Panglima benar-benar telah membuatnya tersinggung dan merasa tidak dihormati. Siapa orang yangberani mengatakan hal itu di saat Raja sedang mendapat musibah. Maka, hari itu juga Sang Raja langsung menjebloskan Panglima tentaranya ke dalam penjara. Sang raja benar-benar marah dibuatnya.

Bulan berganti, hingga pada suatu hari Sang Raja berencana untuk menyerang suatu kaum. Kaum itu dikenal dengan kekuatan dan kebengisannya. Maka disiapkanlah pasukan yangbanyak untuk menggempur mereka dan menaklukkan wilayahnya. Namunada satu hal yang luput dari pengetahuan Sang Raja, bahwa kaum tersebut adalah sekelompokorang-orang kanibal yang suka memakan manusia.

Hingga tibalah di sana terjadi pertempuran yang sengit. Seberapa besar pasukan yang dibawa Sang Raja ternyata tidak mampu mengalahkan kekuatan kaum kanibal tersebut. Walau jumlah mereka lebih sedikit dibanding pasukan yang dibawa Sang Raja,namun ternyata kekuatannya sangatlah luar biasa. Hingga pasukan Sang Raja terpojok dan akhirnya mereka menjadi tawanan.

Satu per satu pasukan raja dimakannya. Mereka mengakhirkan memakan Sang Raja karena dinilai penampilan Sang Raja sangatlah jauh berbeda dengan yang lainnya. Lebih gagah, lebih rapih,lebih putih, dan lebih tampan. Mereka fikir, pasti rasa dagingnya akan jauh lebihempuk dan gurih.

Setelah semua pasukannya mati dimakan, kini tibalah giliran Sang Raja. Dia pun dibawa ke tengah-tengah mereka. Namun sebelum dikuliti, pimpinan kelompoknya meminta anak buahnya untuk memeriksa terlebih dahulu dengan teliti Sang Raja. Jangan sampai nanti ada bagian tubuh yangberpenyakit. Ma diperiksalah dari ujung rambut hingga ke ujung kuku.Namunpada saatmereka memeriksa tangan dan didapati ternyata jari kelingkingnya hilang satu maka terkejutlah mereka. Mereka menjadi takut,karena  menyangka bahwa itu pastilah karena suatu penyakit. Iiiyy….mereka tidak mau tertular karenanya. Maka akhirnya  mereka punmelepaskan Sang Raja dan menyuruhnya untuk segera pergi jauh-jauh dari wilayah mereka. Sang Raja pun berlari kencang, pulang menuju istana kerajaannya.

Sepanjang perjalanan Sang Raja menyadari sebuah kesalahan yang telah dilakukannya terhadap Panglimanya sendiri. Dia menyadari bahwa apa yang dikatakan Panglimanya dahulu adalah benar. Dia pun berniat untuk meminta maaf danmembebaskan panglima.

Sesampai di kerajaan, tempat yang pertama kali dia datangi adalah penjara tempat Panglima ditawan. Tergopoh-gopoh dia meminta penjaganya untuk segera membukakan penjaranya.

Raja: Panglimaku, maafkan aku….maafkan aku!
Panglima: Ada apakah gerangan wahai Paduka Raja? Apakah gerangan yang telah terjadi hingga Paduka  meminta pada hamba?
Raja: Maafkan aku Panglimaku. Karena dulu aku telah memasukanmu kedalam penjara hanya karena engkau mengatakan “inilah yang terbaik” pada saat jari kelingkingku terpotong. Kini aku sadari bahwa yang kau katakan itu adalah benar. Karena gara-gara jari kelingking yang potong inilah, nyawaku terselamatkan dari kaum kanibal. Aku masih hidup hingga sekarang. (sambil memeluk Panglima)
Panglima: Tidaklah perlu Paduka meminta maaf padaku, karena inilah yang terbaik untukku. Seanddainya dulu Paduka tidak memenjarakan hamba, sudah tentu hamba akan menajdi salah satu orang yang dimakan oleh mereka itu. Justru karena paduka memenjarakan hambalah, hamba menjadi selamat. INILAH YANG TERBAIK bagi hamba. Hamba berterima kasih pada Paduka Raja. (dengan penuh hormat pada Raja)

Shalihaat……Satu peristiwa akan berbeda makna bagi setiap orang. Bagi sang optimis, keburukan bisa menjadi jalan kebaikan dan bagi sang pesimis keadaan yang kurang menguntungkan akan dipandang sebagai sebenarnya keburukan. Cara pandang yang berbeda, pada akhirnya akan menghasilkan proses kehidupan yang berbeda pula. Sang optimis akan menjalani kehidupan lebih baik dan lebih bahagia, sedang sang pesimis, kebahagiaannya akan terkatrol banyak oleh baik buruknya sesuatu sesuai anggapannya sendiri. Padahal, ketika Allah telah menetapkan satu kejadian berlaku, Dia telah mengetahui betul atas kebaikan apa yang bisa didapatkan hamba-Nya di masa yang akan datang. Dia akan menyempurnakan setiap kejadian menurut cara-Nya.

Baik menurut kita, belumlah tentu baik menurut Allah.
Buruk menurut kita, belumlah tentu buruk menurut Allah.
Share:

CICAK DI DINDING DAN KEYAKINAN UTUH

BARANGSIAPA memperbagus hal-hal tersembunyinya, niscaya Allah jelitakan apa yang tampak dari dirinya.

Barangsiapa memperbaiki hubungannya dengan Allah, niscaya Allah baikkan hubungannya dengan sesama.

Barangsiapa disibukkan oleh urusan agamanya, maka Allah yang 'kan mencukupinya dalam perkara dunia. [Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz]

Seandainya kita adalah seekor cicak, mungkin sudah sejak dulu kita berteriak, “Ya Allah, Kau salah rancang dan keliru cetak!”
Sebab cicak adalah binatang dengan kemampuan terbatas. Dia hanya bisa merayap meniti dinding. Langkahnya cermat. Jalannya hati-hati. Sedang semua yang ditakdirkan sebagai makanannya, memiliki sayap dan mampu terbang ke mana-mana. Andai dia berfikir sebagai manusia, betapa nelangsanya. “Ya Allah”, mungkin begitu dia mengadu, “Bagaimana hamba dapat hidup jika begini caranya?

Lamban saya bergerak dengan tetap harus memijak, sedang nyamuk yang lezat itu melayang di atas, cepat melintas, dan kemanapun bebas.” Betapa sedih dan sesak menjadi seekor cicak.

Tapi mari ingat sejenak bahwa ketika kecil dulu, orang tua dan guru-guru mengajak kita mendendang lagu tentang hakikatrizqi. Lagu itu berjudul, ‘Cicak-cicak di Dinding’.

Bahwa tugas cicak memang hanya berikhtiar sejauh kemampuan. Karena soal rizqi, Allah lah yang memberi jaminan. Maka kewajiban cicak hanya diam-diam merayap. Bukan cicak yang harus datang menerjang. Bukan cicak yang harus mencari dengan garang. Bukan cicak yang harus mengejar dengan terbang.

“Datang seekor nyamuk.”

Allah Yang Maha Mencipta, tiada cacat dalam penciptaan-Nya. Allah Yang Maha Kaya, atas-Nya tanggungan hidup untuk semua yang telah dijadikan-Nya. Allah Yang Maha Memberi Rizqi, sungguh lenyapnya seisi langit dan bumi tak mengurangi kekayaan-Nya sama sekali. Allah Yang Maha Adil, takkan mungkin Dia bebani hamba-Nya melampaui kesanggupannya.

Allah Yang Maha Pemurah, maka Dia jadikan jalan karunia bagi makhluq-Nya amatlah mudah.

Allah yang mendatangkan rizqi itu. Betapa dibanding ikhtiyar cicak yang diam-diam merayap, perjalanan nyamuk untuk mendatangi sang cicak sungguh lebih jauh, lebih berliku, dan lebih dahsyat. Jarak dan waktu memisahkan keduanya, dan Allah dekatkan sedekat-dekatny a. Bebas si nyamuk terbang ke mana jua, tapi Allah bimbing ia supaya menuju pada sang cicak yang melangkah bersahaja. Ia tertakdir dengan bahagia, menjadi rizqi bagi sesama makhluq-Nya, sesudah juga menikmati rizqi selama waktu yang ditentukanNya.

“Dan tiada dari segala yang melata di bumi melainkan atas tanggungan Allah lah rizqinya. Dia Maha Mengetahui di mana tempat berdiam dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh yang nyata.” (QS Huud [11]: 6)

Subhanallah...Ya Allah, berikanlah kami rezeki yang baik dan halal, dan jadikanlah kami orang yang selalu pandai bersyukur atas segala nikmat dan karunia-Mu. Aamiin Ya Rabbal'alaamiin...

(Al-Ustadz Yusuf mansyur)
Share:

SEGALANYA ADA MASANYA



Biarkan hari berlalu dengan segala lakunya
lapangkan dada atas segala takdir-Nya

Janganlah gundah dengan segala derita
Karena cobaan dunia hanya sementara


Tangguhkan jiwa atas segala nestapa
Hiasi diri dengan maaf dan sikap setia


Semua aib akan dapat tertutup dengan kelapangan dada
Layaknya kedermawanan menutupi cela manusia


Tak ada kesedihan yang abadi, begitupun suka ria
Dan tak ada pula cobaan yang kekal, begitupun riang gembira


Di depan musuh, janganlah engkau bersikap lemah
Karena hinaan dari seteru adalah bencana


Dan jangan pernah berharap dari kikir durjana
Karena api takkan menyediakan air untuk si haus dahaga


Rizkimu takkan berkurang karena ditunda
Dan takkan bertambah karena lelah mencarinya


Bila engkau punya hati qona'ah bersahaja
Tak ada bedanya engkau dengan pemilik dunia


Bila kematian sudah datang waktunya
Tak ada lagi langit dan bumi yang bisa membela


Ingatlah, dunia Allah sangat luas tak terhingga
Tapi bila takdir tiba, angkasa pun sempit terasa
Maka biarkanlah hari berlalu setiap masanya
Karena kematian tak ada obat penawarnya


(Imam Syafi'i)
Share:

Popular

Pengunjung saat ini

Ruang Siar

Label

Label Cloud