Ini hari masyarakat kita sedang ramai membicarakan masalah naiknya nilai mata uang dolar atas rupiah hingga mencapai harga Rp15.000,-. Keadaan yang sama pula pernah terjadi 20 tahun yang lalu, tepatnya pada bulan Mei 1998 ketika terjadi kerusuhan massa dan kejatuhan Orde Baru yang membuat rupiah “terkapar” hingga menembus titik tertinggi Rp16.650,-. Tapi saat ini saya tidak akan membahas tentang itu: mengapa terjadi dan apa pula penyebabnya. Terlalu ribet. Sebagai emak-emak, saya lebih suka yang simple dan praktis bisa dilakukan.
Shalihat,
sebenarnya kalau kita perhatikan, masalah kenaikan harga di Indonesia sudah
seringkali terjadi. Dari kasus cabe rawit yang harganya melangit, harga jengkol
berhasil menyamakan posisi dengan harga daging, sampai ke masalah kenaikan BBM
yang senyap dari pemberitaan, itu bukan cerita satu dua kali terjadi. Dan
seperti biasa, masyarakat kita semua fokus membicarakan hal ini, hujan keluhan sampai
layangan hujatan marak disampaikan dalam berbagai kesempatan. Tapi ya gitu
itu....ramai di awal, ujung-ujungnya reda lagi. Dan nampaknya hal yang sama pun
sekarang tengah terjadi kembali.
Terinspirasi
oleh salah satu postingan seorang teman yang membagikan sebuah tulisan Kiat
Hidup Hemat ala Emak-Emak di masa rupiah melemah. Poin penting yang disampaikan
dalam tulisan itu adalah bagaimana kita bisa lebih bijak untuk tidak
bermudah-mudah membeli produk import dan menyebarkan semangat untuk mencintai
produk dalam negeri. (Dalam hati saya berucap...duuh ini mah sudah dari dulu
kita praktekkan kaleee....)
Shalihat,
tips apapun yang menyuruh kita untuk berlaku hidup hemat, tuntunan seperti itu sebenarnya
sudah ada sejak 14 abad yang lalu dalam ajaran agama kita, melalui keteladanan
yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah saw. Ada beberapa dalil baik yang
diambil dari al-Qur’an maupun hadits Rasulullah saw. yang bisa dijadikan
sebagai pijakan bagi kita untuk berlaku hidup minimalis alias hidup sederhana,
tak berlebihan.
Dalil dalam Alqur’an
“Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. “ (QS. Al-Furqan: 67)
“Hai anak Adam, pakailah pakaian yang
indah di setiap (memasuki) mesjid. Makan dan minumlah, dan jangan
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan. “ (QS. Al-A’raf: 31)
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. “ (QS. Al-An’am: 141)
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan,
dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta
dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani,
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian
menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari
Allah dan keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu. “ (QS. Al-Hadid: 20)
Dalil Hadits Rasulullah saw.
“Sebaik-baik perkara ialah yang paling
sederhana. “ (HR. Tirmidzi).
“Orang yang mencapai kejayaannya ialah
orang yang bertindak di atas prinsip Islam dan hidup secara sederhana. “ (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dikutip oleh Mishkat, Edisi
Urdu, Opcit Vol. II, Hal. 245, No. 4934))
“Barang yang sedikit namun cukup (untuk
memenuhi kebutuhan hidup) adalah lebih baik daripada banyak (tetapi menjadikan
mereka lupa diri) dan menyesatkannya (dari jalan hidup yang sederhana). “ (HR. Abu Na’im, dikutip oleh Mishkat, opcit Vol. II,
Hal. 348, No. 4962)
“Tiada hak bagi seorang anak Adam dalam
semua hal ini kecuali rumah tempat tinggal, baju yang menutup auratnya, roti
kering, dan air. “ (HR. Tirmidzi)
“Tidaklah seorang anak Adam dapat
memenuhi suatu wadah dengan kejelekan kecuali perutnya. Cukuplah bagi anak Adam
suapan makanan yang membuat tulang punggungnya tegak. Jika tidak dapat
menagalahkan nafsunya maka sebaiknya dia mengisi sepertiga untuk makannya,
sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya. “ (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
“Sesungguhnya hidup sederhana termasuk
cabang dari iman. “ (Ash-Shahihah, 341)
Telah
cukuplah bagi kita pijakan dalil di atas dijadikan sebagai hujjah (sandaran
hukum) atas pentingnya kita berlaku sikap hidup hemat. Bagi kita, kehidupan di
dunia hanyalah tempat sementara persinggahan kita untuk memenuhi perbekalan
hidup menuju sebuah perjalanan panjang di Yaumil Akhir nanti. Seperti yang
digambarkan oleh seorang ahli hikmah yang mengatakan:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan
dunia ini terdiri atas tiga bagian: sebagian bagi mukminin, sebagian bagi orang
munafik, sebagian lagi bagi orang kafir. Maka orang mukmin menyiapkan
perbekalan, orang munafik menjadikannya sebagai perhiasan, dan orang kafir
menjadikannya tempat bersenang-senang. “
Cara Sederhana Sikap Hidup Minimalis
Prinsip
sikap hidup minimalis (sederhana) ini adalah memiliki atau membeli barang yang
benar-benar dibutuhkan dan dipergunakan sehari-hari oleh kita, serta melepaskan
ketergantungan rasa memiliki atas barang tersebut. Artinya ketika kita harus
melepas barang tersebut karena -misalnya diberikan pada orang lain, hilang,
rusak, dsb- maka kita pun akan ringan hati untuk berdamai dengan keadaan
tentang hal itu. Tidak membuat kesal atau marah berlebihan. Sama seperti halnya
kita pun tidak memiliki keinginan berlebihan untuk bisa memiliki sesuatu,
sekiranya hal tersebut bukanlah hal yang benar-benar dibutuhkan.
Dalam
kehidupan berumah tangga, beberapa hal yang bisa membantu kita untuk menerapkan
gaya hidup sederhana (hidup minimalis) adalah sebagai berikut:
Menyeleksi barang-barang yang sudah
tidak diperlukan
Dari
sekian banyak barang-barang yang ada di rumah kita, mulai pakaian hingga
peralatan dapur, barang-barang koleksi yang berjajar rapi, acessories yang
tersimpan dalam laci, manakah diantaranya yang benar-benar sudah tidak kita
pergunakan lagi, atau jarang dipakai? Kerap alasan yang membuat kita menahan
diri untuk menyedekahkan barang-barang tersebut adalah anggapan bahwa suatu
saat barang itu akan kita butuhkan, padahal bertahun-tahun tersimpan tanpa kita
sentuh sama sekali. Benar-benar hanya untuk memanjakan rasa kepemilikan.
Sekarang,
mulai saat ini, lihat ke sekeliling, sortir barang yang ada, pisahkan antara
barang yang masih dan yang sudah jarang dipergunakan. Barang yang sekiranya
hanya memenuhi tempat dan ruangan tiadakan. Berikan pada saudara, sahabat,
teman, tetangga, dan orang yang lebih membutuhkan.
Lakukan
penyortiran barang rumah tangga ini lakukan setiap beberapa bulan sekali. Untuk
beberapa item, seperti pakaian, sepatu, tas, dan yang sejenis dengan itu,
penyortiran bisa dilakukan setahun sekali.
Dengan
cara ini diharapkan bahwa barang-barang yang ada di rumah kita adalah yang
benar-benar kita butuhkan sehari-hari dan dipergunakan untuk mempermudah
pekerjaan kita. Setiap sisi ruangan rumah menjadi lebih rapi, lapang, dan
tertata baik. Tak banyak barang printilan yang hanya memenuhi ruangan.
Ingat
Shalihat, satu hal yang harus kita sadari adalah bahwa setiap apa yang kita ada
pada kita akan dimintai pertanggungjawabannya, termasuk barang-barang yang kita
simpan. Kita tak mau khan bila barang sendiri suatu saat nanti mendakwa kita?!
Tulis barang yang akan dibeli
Sudah
dari sananya barangkali kalau kaum wanita secara keumuman paling tidak bisa
menahan diri terhadap barang yang lucu, imut, bin bagus. Setiap jalan-jalan ke
suatu tempat, pasti akan selalu saja ada tempat yang didatangi, lihat-lihat,
koment heboh, ujung-ujungnya belanja. Padahal dari rumah niatnya hanya
jalan-jalan.
Agar
kita tidak selalu “lapar mata”, ada baiknya ketika kita akan berbelanja, buat
daftar barang yang akan kita beli. Ini untuk membantu agar ketika kita tidak
membeli barang lain selain yang ada di dalam daftar tersebut. Kalau tidak,
bisa-bisa lihat sedikit centong nasi yang lucu akan kita beli juga, padahal di
rumah centong nasi sudah ada dua.
Hindari kebiasaan mengoleksi barang
Menjadi
kebanggaan tersendiri ketika seseorang bisa memiliki satu jenis barang dengan
berbagai bentuk, model dan warna. Barang pun dipajang berjejer rapi memenuhi
lemari. Padahal kebanyakan dari barang tersebut lebih banyak dipajang daripada dipergunakan.
Islam sangat tidak menyukai kebiasaan ini. Mubadzir dan berlebih-lebihan.
Shalihat,
hanya memiliki beberapa pasang sepatu, misalnya, namun sering dipergunakan
adalah lebih baik dibanding memiliki berpasang-pasang sepatu namun hanya untuk
dikoleksi.
Membeli barang yang dibutuhkan, bukan
diinginkan
Ketika
akan membeli suatu barang, pastikan bahwa barang tersebut adalah memang sesuatu
yang sedang kita butuhkan untuk mempermudah pekerjaan kita, dan kita
memerlukannya, bukan sekedar memenuhi keinginan mata.
No kartu kredit
Godaan
kartu kredit mendorong kita untuk mengambil jalan pintas ketika menginginkan
suatu barang namun belum memiliki cukup uang. Cukup menggesek kartu kredit,
keinginan terpenuhi sudah. Akhirnya, di akhir bulan selalu ada tagihan-tagihan
lain di luar biaya operasional bulanan kita yang harus ditutupi. Bila pada
awalnya lancar cicilan, lama-lama bunga berkembang, belum lagi denda telat
pembayaran, muncullah masalah baru. Secara dhahir, ada banyak barang yang
bertambah di rumah kita, namun secara batin hati kita tak tenang karena ditagih
hutang kartu kredit bank.
Dipandang
dari sudut agama, kartu kredit sendiri adalah bagian dari riba. Sebagai seorang
muslim tentu saja sudah seharusnyalah menghindarkan diri dari riba. Oleh
karenanya, sangat tidak disarankan untuk memenuhi segala kebutuhan atas
pembelian barang di rumah kita dengan mempergunakan cara demikian. Lagipula,
dengan semakin pahamnya kita atas konsep hidup sederhana yang dituntunkan
Rasulullah saw. sebaiknya kita menempuh cara selamat lainnya yaitu dengan cara bersabar menabung dan membeli barang
yang benar-benar kita butuhkan saja.
Jangan trend oriented
Dalam
memenuhi kebutuhan diri, hindari untuk selalu mengikuti trend fashion yang
sedang booming. Pergantian model
pakaian dengan segala macam acessoriesnya sangat cepat berubah. Bila kita latah
mengikutinya, maka akan hampir setiap bulan kita akan dituntut untuk selalu
membeli barang baru, padahal baru saja bulan lalu kita membeli beberapa pasang
pakaian, misalnya. Akhirnya, semakin bertmbah banyaklah koleksi pakaian kita
hingga memerlukan ruangan khusus untuk menyimannya. Padahal dalam satu hari
kita hanya memakai satu dua pasangan pakaian saja. Kerap, beberapa pakaian
malah lebih banyak disimpan daripada dipergunakan.
Hal
yang paling aman adalah belilah pakaian yang sesuai dengan kepribadian kita,
cocok dengan bentuk tubuh kita. Pakaian yang bisa dipergunakan baik saat santai
ataupun resmi. Trend fashion yang berubah tak akan banyak berpengaruh. Kita
sudah merasa percaya diri dengan penampilan ala kita.
Banyak
cara kreatif yang bisa kita tiru agar dengan koleksi pakaian yang ada agar penampilan
kita tidak membosankan. Misalnya memadupadankan warna, mematchingkan pakaian
atasan dan bawahan, pandai memilih mana pakaian untuk acara santai mantai, dan
acara resmi. Jangan sampai saltum “salah
kostum”. Sekali-kali searching
tentang hal ini akan sangat membantu.
Dengan
demikian, kita tidak akan merasa tertuntut untuk selalu membeli pakaian baru.
Justru sebaliknya, merasa tertantang untuk bisa memaksimalkan penggunaan
pakaian yang ada. Hemat dan super minimalis.
Shalihat,
menjalani kehidupan dengan penuh kerendahhatian serta berjalan di atas
kemampuan, masyaallah...jauh lebih memberi ketenangan. Tak berat menanggung
gengsi berlebihan karena kita berlaku seperti apa adanya kita.
Wallahu’alam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar