AMANAH YANG TERABAIKAN - FIQIH THAHARAH WANITA


Allah swt. Berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat). Lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan sangat bodoh. “ (QS. Al-Ahzab: 72)

DEFINISI AMANAH

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), amanah adalah sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. Pengertian ini mengandung makna bahwa amanah selalu melibatkan dua belah pihak, si pemberi amanah dan penerima amanah. Lawan kata amanah adalah khianat.

Abu al-Baqa’ al-Kafumi mengatakan amanah adalah segala kewajiban yang dibebankan kepada seorang hamba, seperti shalat, zakat, puasa, membayar hutang, dan segala kewajiban lainnya.

Muhammad Rasyid Ridha mengatakan amanah kepercayaan yang diamanatkan kepada orang lain sehingga mucul ketenangan hati tanpa kekhawatiran sama sekali.

Fakhr al-Din al-Razi berpendapat bahwa amanah adalah ungkapan tentang suatu hak yang wajib ditunaikan kepada orang lain.

Abu Hayyan al-Andalusi mengatakan secara kasat mata, amanah adalah segala bentuk kepercayaan yang diberikan kepada seseorang, baik dalam bentuk perintah maupun larangan, baik terkait urusan duniawi maupun urusan ukhrawi. Sehingga dengan demikian, semua syari’at adalah amanah.

Imam al-Qurthubi mengatakan amanah adalah segala sesuatu yang dipikul atau ditanggung oleh manusia, baik sesuatu terkait dengan urusan agama maupun dunia, baik perkataan maupun perbuatan, dimana puncak amanah adalah penjagaan dan pelaksanaannya.

Di dalam al-Qur’an. Lafadz amanah disebutkan sebanyak 20 kali yang kesemuanya dalam bentuk isim, kecuali hanya satu yang disebutkan dalam bentuk fi’il, yaitu terdapat dalam QS. al-Baqarah: 283.

Para ulama memberikan definisi yang berbeda tentang amanah. Semuanya terangkum dalam 6 poin besar amanah, yaitu berkaitan tentang:
1.   Tanggung jawab syari’at
2.   Agama Islam
3.   Hukum-hukum Allah
4.   Shalat          
5.   Shalat
6.   Puasa
7.   Mandi Janabat (mandi besar)

Dalam tulisan ini, kita akan lebih fokus membicarakan tentang thaharah. Karena bab thaharah ini adalah satu hal yang seringkali diabaikan. Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan mengapa amanah tentang thaharah ini banyak diabaikan, antara lain:
1.   Malu untuk membicarakannya
2.   Berbicara thaharah adalah hubungannya antara dia dengan Allah.

URGENSI THAHARAH

Kita perlu untuk mengetahui tentang thaharah ini. Selain karena berhubungan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, juga karena akan menjadikan sah tidaknya ibadah yang kita lakukan. Misalnya, untuk dapat melaksanakan shalat, kita harus berwudhu. Sedangkan untuk sahnya wudhu, selain kita harus memiliki pngetahuan tentang tata cara wudhu, juga perlu pula mengetahui tentang apa saja hal-hal yang dapat membatalkan wudhu. Bagaimana cara menghilangkan hadats dan najis (thaharah). Ilmu berkenaan tentang Thaharah memiliki cakupan demikian luas. Namun kita persempit dalam tulisan ini hanya membicarakan tentang Fiqih Thaharah Wanita.


Ada beberapa jenis cairan yang keluar dari tubuh seorang wanita yang berasal dari tiga saluran (lubang), yaitu:
1.   Saluran untuk jalan air kencing
2.   Saluran untuk jalan lahir (persalinan)
3.   Saluran untuk jalan kotoran (anus)
Masing-masing saluran mengeluarkan jenis cairan yang berbeda, dan dihukumi berbeda pula dalam ajaran agama kita.

A.  Cairan yang keluar dari saluran untuk kencing

Cairan yang keluar dari saluran untuk kencing adalah al-Wadi, yaitu cairan yang keluar setelah buang air kencing.

Hukumnya adalah najis, pakaian atau anggota badan yang terkena wadi harus dicuci, dan membatalkan wudhu. Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci kemaluan, kemudian berwudhu jika hendak shalat. Bila terkena badan, maka cara membersihkannya adalah dengan dicuci.

B.   Cairan yang keluar dari saluran untuk lahir (persalinan)

1.   Sufrah dan Qudrah

Cairan yang keluar darinya adalah Sufrah dan Qudrah (berupa flek kuning dan kecoklatan).

Sufrah dan Qudrah di masa haid

Sufrah berupa cairan kuning, warnanya seperti nanah. Adapun Qudrah berupa cairan keruh dan berwarna kemerahan. Keduanya keluar pada masa haid ataupun masa suci.
Sufrah dan Qudrah yang keluar di masa haid masih termasuk haid sebelum haid itu berhenti. Berhentinya haid ditandai oleh dua ciri, yaitu kering dan keluarnya cairan putih di akhir haid.

Hukum Sufrah dan Qudrah: termasuk haid.

Sufrah dan Qudrah di masa suci

Apabila di masa suci muncul flek baik dalam bentuk Sufrah maupun Qudrah, maka hukumnya adalah:
-     Suci, tidak termasuk haid, dan tidak termasuk najis, baik masa suci itu dekat ataupun jauh dari masa haid.
-     Membatalkan wudhu. Sufrah dan Qudrah adalah semisal dengan kentut. Dia tidak najis, namun membatalkan wudhu.

2.   Madzi

Madzi adalah cairan yang licin, ringan, bening, mengalir, dan tidak memancar. Dia keluar ketika tergeraknya syahwat. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mengeluarkan madzi.

Hukum madzi adalah: najis, membatalkan wudhu, pakaian dan anggota badan yang terkena madzi harus dicuci dengan cara memercikkan air pada bagian yang terkena madzi tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut. “ (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dengan sanad hasan).

Apabila air madzi keluar dari kemaluan seseorang, maka ia wajib untuk mencuci kemaluannya dan berwudhu jika hendak shalat.

Rasulullah saw. bersabda, “Cucilah kemaluannya, kemudian berwudhulah. “ (HR. Bukhari, Muslim).

3.   Ifrazat Mahdaliyyah (keputihan)

Keputihan adalah cairan yang kental, licin, elastis sampai bisa melar, mengalir, tidak memancar, dan berwarna bening/putih. Keputihan ini ada dua jenis, yaitu keputihan normal (tidak berbau dan tidak berwarna), dan keputihan penyakit (berbau, berwarna, dan menimbulkan rasa gatal).

Hukum keputihan: suci dan tidak membatalkan wudhu (mayoritas pendapat para ulama).

4.   Mani

Mani laki-laki: putih, kental
Mani perempuan: berwarna kuning, ringan, memancar bersamaan dengan syahwat, berbau.

Mani dapat keluar dengan atau tanpa syahwat. Misalnya bagi orang yang tinggal di daerah Kutub Utara dapat keluar mani dikarenakan cuaca super dingin di bawah 0 derajat celcius.

Keluarnya mani dengan syahwat bisa dalam dua keadaan, yaitu:
a.      Keluar dalam keadaan tidur (mimpi, misalnya)
b.      Keluar dalam keadaan bangun/sadar (bersetubuh atau bercumbu)

Hukum mani: suci (pendapat para ulama yang paling kuat), namun dia wajib melakukan mandi besar. Bersetubuh sekalipun tidak mengeluarkan mani, tetap wajib mandi besar. Apabila pakaian seseorang terkena mani, maka disunnahkan untuk mencuci pakaian tersebut jika air maninya dalam keadaan basah. Jika dalam kering, maka cukup dengan mengeriknya saja. Hal ini berdasarkan perkataan Siti Aisyah ra. Beliau berkata, “Saya pernah mengerik mani yang sudah kering yang menempel pada pakaian Rasulullah saw. dengan kuku saya. “ (HR. Muslim).

Tata cara mandi besar (mandi janabat):
1.   Mandi yang cukup sah
Mandi ketika seseorang membasahi sekujur tubuhnya dengan berniat melakukan mandi besar.
2.   Mandi yang sempurna
-     Niat
-     Mencuci kemaluan
-     Mencuci tangan
-     Berwudhu
-     Menyiramkan air pada bagian tubuh sebelah kanan
-     Menyiramkan air pada tubuh sebelah kiri
-     Membasahi sekujur tubuh

Perbedaan Mandi Haid dan Mandi Janabat

No
Darah Haid
Darah Istihadhah
1
Beda tempat keluarnya:
Haid adalah luruhnya dinding rahm sebagai akibat tidak terjadinya pembuahan.

Keluarnya darah pada pembuluh dinding/leher rahim.
2
Beda karena sebabnya:
Haid karena robeknya pembuluh darah.

Karena adanya penyakit di dalam rahim/sistem reproduksi/ sel telur.
3
Beda karena sifatnya:
Darah haid berwarna hitam atau merah pekat, kental, berbau, dan tidak menggumpal –karena dari sejak keluar sudah berupa gumpalan-gumpalan/lembaran-lembaran darah haid.

Berwarna terang, cair, beraroma darah segar, setelah keluar darah langsung menggumpal.
4
Beda karena waktu keluarnya:
Keluar antara usia pubertas (9 tahun-an) sampai dengan usia menopause.

Bisa keluar sebelum masa pubertas atau setelah masa menopause.
5
Beda masa keluar:
Masa minimal haid adalah sehari semalam (24 jam), maksimal 15 hari –secara keumuman (mayoritas pendapat para ulama).

Masa keluarnya tidak ada batas minimal atau maksimal. Ada yang keluar sebentar, ada pula yang keluar bertahun-tahun. Dan ini merupakan ujian dari Allah swt.
6
Haid berkaitan dengan hukum-hukum ibadah, hukum thalaq, hukum cerai, dan hukum iddah.
Hukumnya sama seperti halnya wanita suci, kecuali dia wajib berwudhu setiap kali akan melaksanakan shalat. Dan dia wajib mengganti pakaiannya untuk itu.

Mengapa mandi haid dilakukan demikian tertib sedangkan mandi janabat tidak? Karena mandi haid hanya dilakukan sebulan sekali. Sedangkan mandi janabat bisa dilakukan berkali-kali dalam satu bulan.

5.   Darah Haid

Darah haid adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan disebabkan oleh penyakit atau karena adanya proses persalinan.

Wanita yang sedang haid tidak diperbolehkan untuk shalat, puasa, thawaf, berhubungan intim, membaca al-Qur’an dengan menyentuh mushafnya (sebagian pendapat ulama).

Batasan Haid

Menurut ualam Syafi’iyyah batas minimal masa haid adalah sehari semalam (24 jam) dan batas maksimalnya adalah 15 hari. Maka jika lebih dari 15 hari maka darah itu termasuk darah istihadhah dan wajib bagi wanita itu untuk mandi dan melakukan shalat.

Imam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu al-Fatawa mengatakan bahwa tidak ada batasan yang pasti mengenai minimal dan maksimal darah haid itu. Syaikh Utsaimin rahimahullah pun mengambil pendapat ini.

      Berhentinya Haid

Indikator selesainya haid adalah kering dan adanya alendir putih yang keluar dari jalan lahir. Cara mengeceknya adalah dengan menggunakan kapas putij yang dimasukkan ke dalam vagina. Jika tidak terdapat bercak sedikitpun, dan benar-benar bersih, maka wajib shalat dan mandi.

6.   Istihadhah

Jenis-jenis darah istihadhah:
-     Darah anak kecil
-     Darah setelah menopause
-     Darah wanita hamil
-     Darah yang lebih sebentar dari masa minimal haid (kurang dari 24 jam)
-     Darah yang lebih lama dari masa maksimal haid
-     Darah yang keluar setelah suci dari haid
-     Darah akibat operasi

Sebelum berwudhu, wanita istihadhah wajib mengganti pakaian setiap kali akan shalat.

Perbedaan Darah Haid dan Darah Istihadhah


No
Darah Haid
Darah Istihadhah
1
Beda tempat keluarnya:
Haid adalah luruhnya dinding rahm sebagai akibat tidak terjadinya pembuahan.

Keluarnya darah pada pembuluh dinding/leher rahim.
2
Beda karena sebabnya:
Haid karena robeknya pembuluh darah.

Karena adanya penyakit di dalam rahim/sistem reproduksi/ sel telur.
3
Beda karena sifatnya:
Darah haid berwarna hitam atau merah pekat, kental, berbau, dan tidak menggumpal –karena dari sejak keluar sudah berupa gumpalan-gumpalan/lembaran-lembaran darah haid.

Berwarna terang, cair, beraroma darah segar, setelah keluar darah langsung menggumpal.
4
Beda karena waktu keluarnya:
Keluar antara usia pubertas (9 tahun-an) sampai dengan usia menopause.

Bisa keluar sebelum masa pubertas atau setelah masa menopause.
5
Beda masa keluar:
Masa minimal haid adalah sehari semalam (24 jam), maksimal 15 hari –secara keumuman (mayoritas pendapat para ulama).

Masa keluarnya tidak ada batas minimal atau maksimal. Ada yang keluar sebentar, ada pula yang keluar bertahun-tahun. Dan ini merupakan ujian dari Allah swt.
6
Haid berkaitan dengan hukum-hukum ibadah, hukum thalaq, hukum cerai, dan hukum iddah.
Hukumnya sama seperti halnya wanita suci, kecuali dia wajib berwudhu setiap kali akan melaksanakan shalat. Dan dia wajib mengganti pakaiannya untuk itu.



7.   Darah Nifas

Darah nifas adalah darah yang keluar ketika melahirkan dan setelahnya. Termasuk darah nifas jika rerdapat kontraksi.

Masa minimal nifas: tidak ada masa minimal. Lamanya masa nifas secra keumuman adalah 40 hari. Namun apabila sebelum 40 hari nifas sudah selesai (bersih), maka wajib baginya untuk segera mandi besar.

C.   Cairan yang keluar dari saluran untuk kotoran (anus)

Bersambung........

(Resume Kajian Khusus Muslimah, Fiqih Wanita, disampaikan oleh Ustadzah Arfah Nurlaila, Lc., MA, alumnus Universitas Ummul Qura, Makkah, Arab Saudi, Pimpinan Ma’had Safeera, Cibiuk Garut, sekaligus kontributor situs Mulsimah.com

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular

Pengunjung saat ini

Ruang Siar

Label

Label Cloud