Dulu menjadi seorang ibu
rumah tangga adalah sebuah kepastian. Peran yang mau tak mau harus dijalani
oleh seorang wanita yang telah menikah. Namun kini, menjadi seorang ibu rumah
tangga adalah sebuah pilihan, dimana dunia kerja telah memberikan peluang lain bagi seorang wanita.
Banyak ‘angin segar’ yang
ditawarkan dunia kerja, dari mulai
kesempatan untuk dapat mengaktualisasikan dirinya, turut membantu ekonomi
keluarga, dan hidup lebih mandiri. Setiap bulan mendapat gaji bulanan. Belum
lagi tawaran promosi jabatan saat pekerjaan diapresiasi sang atasan. Bila ditakdirkan
kerja di sebuah perusahaan besar, tentu saja kesempatan untuk bisa bepergian ke
negara orang terbuka lebar. Apakah itu tidak menggiurkan?!
Coba bandingkan dengan
profesi ibu rumah tangga. Bekerja full hampir 24 jam melayani keluarga, tidak
mengenal kata libur, dan tanpa penghasilan. Hari-hari lebih banyak di habiskan
di rumah. Dunia berasa seperti terbatas. Paling kisaran antara rumah, sekolah
anak, dan pasar. Daster menjadi pakaian kebesaran, dengan rambut yang sedikit
digelung ke atas. Ooooowwww…..betapa menyedihkannya.
Tapi benarkah demikian?! Profesi
sebagai ibu rumah tangga sedemikian menyeramkannya?! Mungkin boleh jadi
ya….bila melihat gambaran keumuman dulu. Sekarang……nggak juga.
Walau saya belum pernah
mengadakan survey, namun dari beberapa cerita yang sempat dibaca, sekarang
tidak sedikit kesadaran para ibu
berpendidikan yang akhirnya memutuskan diri untuk lebih berkiprah di dunia
rumah tangga, mengikuti tumbuh kembang sang buah hati, menghabiskan waktu lebih
banyak bersama suami dan anak-anak dibanding bekerja di luar rumah. Kemilau
gaji tidak cukup mempan untuk membuatnya beralih fikiran. Baginya, keluarga
adalah nomor satu, baru kemudian hal lainnya.
Lagipula, kalau
difikir-fikir…tidak ada yang salah dengan keputusan seseorang untuk menjadi pure
ibu rumah tangga. Justru itulah profesi termulia yang pernah saya ketahui. Coba
kita lihat beberapa alasannya:
1. Sosok teladan Fatimah
az-Zahra ra
Memasuki usia pernikahan k-8
keadaan rumah tangga Fathimah bersama Ali bin Abi Thalib tetap dalam kehidupan
yang teramat sederhana. Sekalipun pekerjaan rumah tangga Fathimah dirasa berat,
namun mereka tidak bisa membayar seseorang (khadimah) untuk membantu meringankan
pekerjaaannya. Hingga akhirnya Ali mendengar kabar bahwa Rasulullah saw baru
kembali dari sebuah peperangan dengan membawa banyak harta rampasan dan
perempuan tawanan. Kemudian terbersitlah dalam benaknya agar Fathimah menghadap
ayahnya dan meminta seorang pembantu padanya.
“Wahai Fathimah, engkau
sangat letih mengurusi keadaan rumah. Oleh karena itu, mintalah satu orang
pembantu saja kepada ayahmu. Karena hari
ini ayahmu membawa tawanan perang. “Kata Ali kepada Fathimah.
“Aku akan melakukannya,
insyaallah. “ Jawab Fathimah.
Kemudian Fathimah datang
menemui ayahnya. Namun karena perasaan sungkan, maka Fathimah merasa malu
mengungkapkan maksud kedatangannya. Dan ia pun kembali pulang ke rumahnya.
Mendengar hal itu,
berdirilah Ali dan segera mengantarkan Fathimah untuk menemui Rasulullah saw.
Dengan sangat malu Ali menyatakan maksud kedatangan mereka untuk meminta
pelayan kepada beliau.
“Demi Allah, itu tidak
mungkin aku berikan. Apakah aku akan memberikan kalian pelayan, sedangkan aku
membiarkan ahlus-suffah (orang-orang yang selalu mengikuti
Rasulullah saw dan tinggal di mesjid beliau--penerj) kelaparan disebabkan aku
tidak memberikan apa-apa untuk mereka. Aku akan menjual tawanan-tawanan perang
itu dan uangnya aku berikan kepada mereka,” Jelas Rasulullah.
Ali dan Fathimah pun lantas
pergi dengan bersyukur mendengar perkataan Rasulullah saw. Namun mereka tidak
tahu bahwa sebenarnya permintaan mereka sangat menyentuh hati Rasulullah saw.
Ketika matahari mulai
tenggelam dan malam sudah tiba, di saat Ali dan Fathimah akan berangkat tidur,
tiba-tiba Rasulullah datang masuk ke rumahnya. Rasulullah pun mendapati
keduanya sedang tidur berselimut.
Apabila selimut itu menutupi bagian atasnya, maka bagian bawahnya
kelihatan. Namun bila selimut itu menutupi bagian bawahnya, maka bagian kepala
mereka nampak.
Saat Fathimah dan Ali akan
beranjak bangkit, Rasulullah melarangnya dan berkata, “Tetaplah di tempatmu
semula. Maukah aku beritahu kalian berdua tentang sesuatu yang lebih baik dari
pelayan yang kalian minta?”
“Kami mau, ya Rasulullah.
“Jawab mereka serempak.
“Yang lebih baik dari
permintaan kalian berdua adalah kalimat yang diajarkan Jibril kepadaku. Apabila
kalian selesai shalat, ucapkanlah subhanallah 10x, alhamdulillah 10x, dan
Allahu akbar 10x. Bila kalian hendak tidur, ucapkanlah subhanallah sebanyak
33x, Alhamdulillah sebanyak 33x, dan allahu akbar sebanyak 33x,” Jelas
Rasulullah.
Setelah Rasulullah saw
membekali Fathimah dan Ali serta mengajarkan dzikir-dzikir yang dapat
memudahkan kesulitan dan keletihan mereka, beliau pun pergi.
Betapa bijaknya Rasulullah dalam
memberikan solusi dari masalah yang sedang dihadapi anaknya. Padahal beliau
memiliki kemampuan untuk membantunya. Namun hal itu tidak dilakukannya.
Rasulullah menyadari bahwa pekerjaan rumah tangga memiliki keutamaan bagi seorang wanita. Bertabur pahala dan menguntai kebaikan. Namun tentu saja, apabila peran tersebut dijalani dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Dan pemupuk dari keikhlasan dan kesabaran itulah yakni dzikir seperti yang disampaikan nasihatnya oleh Rasulullah saw kepada putri kesayangannya, Fatimah az-Zahra.
2. Letihnya dalam melakukan
pekerjaan rumah tangga sebagai jalan penggugur dosa.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ
نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى
الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Dari Abu Hurairah
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Tidaklah seorang
muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan
tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah
akan menghapus kesalahan-kesalahannya." (HR. Bukhari)
3. Pekerjaan rumah tangga
adalah ladang jihad bagi wanita
Kata
jihad merupakan bentuk masdar dari kata ja-ha-da. Menurut Ibnu Faris
dalam bukunya “Mu’jam al-Maqayis fy al-Lughah” semua kata yang terdiri
dari huruf ja-ha-da pada awalnya mengandung arti kesulitan, kesukaran,
keletihan dan yang mirip dengannya. Sehingga seseorang seringkali menghubungkan
bahwa jihad memiliki kesulitan sehingga akan menyebabkan keletihan.
Jihad tidak selalu identik dengan perang karena
media jihad adalah beragam. Bisa dilakukan dengan harta, jiwa, dan lidah
(lisan). Dapat dilakukan pada berbagai keadaan, baik saat perang ataupun dalam
keadaan aman. Pahalanya adalah sebuah jaminan dari Allah swt. :
1.
Memberikan pahala
2.
Mengangkat derajatnya
3.
Memberikan ampunan
4.
Memberikan rahmat
5.
Menyediakan surga
6.
Termasuk golongan Nabi
Melihat
makna jihad di atas maka dapatlah dikatakan pekerjaan rumah tangga adalah
bagian dari jihadnya seorang perempuan. Pekerjaan yang melelahkan, tiada
mengenal waktu, memerlukan kesabaran, dan menghendaki keikhlasan itulah
pekerjaan rumah tangga.
Betapa bahagianya seorang
wanita yang memutuskan dirinya untuk mengabdi kepada keluarga dengan menjadi
ibu rumah tangga, mengingat betapa besar pahala yang Allah berikan atasnya.
Subhanallah, berbahagialah wahai Shalihaat. Pekerjaan rumah tangga adalah
jihadnya kaum wanita.
4. Kedekatan dengan keluarga
Adakah kebersamaan yang
paling indah selain berkumpul dengan keluarga atau bersama dengan orang-orang
yang kita anggap sebagai keluarga sendiri? Ada bersama mereka adalah sebuah
kebahagiaan tersendiri. Dan kebersamaan biasanya akan melahirkan kedekatan,
pengertian, dan ikatan bathin yang kuat.
Dalam pendidikan di rumah,
orangtua yang selalu ada di dekat anak-anak memberikan pengaruh yang cukup
besar bagi perkembangan akal dan menyehatkan jiwa mereka.
Di dalam otak manusia
terdapat sel-sel halus yang dinamakan dengan sinaps. Sinaps-sinaps ini terdapat
pada masa bayi dan akan terhubung satu sama lain membentuk sebuah jaringan.
Kebahagiaan, keceriaan, kelincahan, gerak yang bebas tanpa tekanan dan
banyaknya penderitaan, maka akan semakin banyak sinaps yang terkoneksi.
Terhubungnya sinaps akan berdampak banyak terhadap kecerdasan, kemampuan anak
dalan mengatasi masalah hidupnya, berdaya juang tinggi, bisa berfikir panjang,
tidak mudah putus asa, ceria, bisamenikmati hidp, dan karakter baik lainnya.
Anak yang berada dalam asuhan
sang ibu, sangat memungkinkan untuk dapat menikmati masa kecilnya dengan baik
dan bahagia. Tak ada orang yang mampu memahami keinginan sang anak dan tak ada
orang yang dapat memenuhi kebutuhan bathin sang anak selain ibunya. Maka memilih
untuk bisa bersama sang anak sehingga dapat mengikuti setiap proses tumbuh-kembangnya
adalah pilihan hidup yang sangat bijak bagi seorang ibu. Jangan biarkan moment
penting anak terlewatkan oleh kita hanya karena kesibukan bekerja di luar rumah.
Masa itu tak akan berulang. Dia hanya ada satu kali seumur hidup. Biarlah sementara
waktu kita sebagai ibu simpan keinginan untuk bekerja demi bisa bersama mengasuh
dan membesarkan mereka. Pengorbanan yang
kita berikan tidaklah seberapa dibanding hasil besar yang akan kita dapatkan
dari anak-anak, yaitu kedekatan dan terekatnya kasih sayang yang begitu kuat.
Selain itu, berbicara pahala, tentu saja Allah tidak akan pernah sia-siakan
setiap perjuangan yang dilakukan seorang ibu bagi anaknya. Surga jaminannya.
Dengan demikian, apabila pengasuhan
anak lebih kita percayakan pada baby sitter, pengurusan rumah tangga pun lebih
banyak dilakukan khadimah, lantas pahala mana yang akan akan bisa kita jemput
nanti di yaumil akhir apabila segala sesuatunya kita serahkan kepada orang
lain?! Atau tidakkah kita merasa bersalah apabila ibu/mertua yang seharusnya di
usia sepuh menikmati masa tuanya dengan bahagia masih pula disibukkan untuk
mengurus cucunya, yang adalah anak kita?! Padahal telah sekian lama beliau
mengurus kita sedari kecil hingga sekarang, dan sekarang masih pula direpotkan
dengan urusan kita?! Semoga nurani kita masih menyala untuk mengingatkan
kesalahan yang tengah berlaku dalam kehidupan.
Perlakukan baik ibu/mertua kita
di usianya yang telah sepuh. Insyaallah, kelak anak-anak kita pun akan memperlakukan
hal yang sama pada kita. Pepatah mengatakan ”apa yang kita tanam itulah yang
akan kita tuai.”
Wallahu ‘alam. Semoga
tulisan ini bermanfaat dan bisa mengingatkan pada beberapa hal yang kadang kita
abaikan. Mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan di dalamnya.
Menjadi ibu rumah tangga dengan anak yang pintar dan cerdas adalah kebanggaan seorang wanita.
BalasHapuskembangkan bakat dan prestasi anak anda dengan bergabung di Griya Bakat Super di :
http://www.bakatsuper.com
Anak-anak adalah ivestasi terbesar seorang ibu, untuk kebaikan dunia dan akhirat. Mabka Ariestya Prasetya...terima kasih banyak atas apresiasinya. Salam hangat. :)
BalasHapus