Ada
sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang tampan dan baik. Dia
memiliki seorang panglima yang gagah berani dan begitu setia melayani rajanya.
Hanya, sang panglima ini memiliki satu kebiasaan saat dimintai pendapat, yaitu
selalu mengucapkan: Inilah yang terbaik.
Satu
saat sang Raja bertanya tentang kebiasaan panglimanya tersebut.
Raja:
Panglimaku, mengapa engkau setiap kali aku mintai pendapat atau saat menghadapi
sesuatu selalu mengatakan “itulah yang terbaik”. Apa tidak ada kalimat yang
lain selain itu?
Panglima:
tidak ada, Paduka. Karena memang itulah yang terbaik menurut hamba.
Merasa
“stuck’ dengan jawaban panglima, sang Raja pun tidak meneruskan pembicaraannya.
Buat apa? Toh, nanti jawabannya pasti akan kesana-sana juga.
Suatu
hari, sang Raja berburu binatang bersama Panglima dan beberapa orang pasukannya.
Tak disangka, sang Raja mengalami kecelakaan yang mengakibatkan jari
kelingkingnya potong dan berdarah. Dia lantas keluar meminta bantuan Panglima
dan mengatakan, “Tolong saya, Panglima. Dasar….naas sekali aku hari ini.
Gara-gara pohon itu, jari kelingkingku potong jadinya. “ Katanya sambil menahan
rasa sakit. Sang Panglimapun menjawab dengan tenangnya, “Itulah yang terbaik,
Tuanku. “
Sontak Sang Raja menjadi marah karenanya. Jawaban Panglima benar-benar telah membuatnya tersinggung dan merasa tidak dihormati. Siapa orang yangberani mengatakan hal itu di saat Raja sedang mendapat musibah. Maka, hari itu juga Sang Raja langsung menjebloskan Panglima tentaranya ke dalam penjara. Sang raja benar-benar marah dibuatnya.
Bulan
berganti, hingga pada suatu hari Sang Raja berencana untuk menyerang suatu
kaum. Kaum itu dikenal dengan kekuatan dan kebengisannya. Maka disiapkanlah
pasukan yangbanyak untuk menggempur mereka dan menaklukkan wilayahnya. Namunada
satu hal yang luput dari pengetahuan Sang Raja, bahwa kaum tersebut adalah
sekelompokorang-orang kanibal yang suka memakan manusia.
Hingga
tibalah di sana terjadi pertempuran yang sengit. Seberapa besar pasukan yang
dibawa Sang Raja ternyata tidak mampu mengalahkan kekuatan kaum kanibal
tersebut. Walau jumlah mereka lebih sedikit dibanding pasukan yang dibawa Sang
Raja,namun ternyata kekuatannya sangatlah luar biasa. Hingga pasukan Sang Raja
terpojok dan akhirnya mereka menjadi tawanan.
Satu
per satu pasukan raja dimakannya. Mereka mengakhirkan memakan Sang Raja karena
dinilai penampilan Sang Raja sangatlah jauh berbeda dengan yang lainnya. Lebih
gagah, lebih rapih,lebih putih, dan lebih tampan. Mereka fikir, pasti rasa
dagingnya akan jauh lebihempuk dan gurih.
Setelah
semua pasukannya mati dimakan, kini tibalah giliran Sang Raja. Dia pun dibawa
ke tengah-tengah mereka. Namun sebelum dikuliti, pimpinan kelompoknya meminta
anak buahnya untuk memeriksa terlebih dahulu dengan teliti Sang Raja. Jangan
sampai nanti ada bagian tubuh yangberpenyakit. Ma diperiksalah dari ujung
rambut hingga ke ujung kuku.Namunpada saatmereka memeriksa tangan dan didapati
ternyata jari kelingkingnya hilang satu maka terkejutlah mereka. Mereka menjadi
takut,karena menyangka bahwa itu pastilah
karena suatu penyakit. Iiiyy….mereka tidak mau tertular karenanya. Maka
akhirnya mereka punmelepaskan Sang Raja
dan menyuruhnya untuk segera pergi jauh-jauh dari wilayah mereka. Sang Raja pun
berlari kencang, pulang menuju istana kerajaannya.
Sepanjang
perjalanan Sang Raja menyadari sebuah kesalahan yang telah dilakukannya
terhadap Panglimanya sendiri. Dia menyadari bahwa apa yang dikatakan
Panglimanya dahulu adalah benar. Dia pun berniat untuk meminta maaf
danmembebaskan panglima.
Sesampai
di kerajaan, tempat yang pertama kali dia datangi adalah penjara tempat
Panglima ditawan. Tergopoh-gopoh dia meminta penjaganya untuk segera membukakan
penjaranya.
Raja:
Panglimaku, maafkan aku….maafkan aku!
Panglima:
Ada apakah gerangan wahai Paduka Raja? Apakah gerangan yang telah terjadi
hingga Paduka meminta pada hamba?
Raja:
Maafkan aku Panglimaku. Karena dulu aku telah memasukanmu kedalam penjara hanya
karena engkau mengatakan “inilah yang terbaik” pada saat jari kelingkingku terpotong.
Kini aku sadari bahwa yang kau katakan itu adalah benar. Karena gara-gara jari
kelingking yang potong inilah, nyawaku terselamatkan dari kaum kanibal. Aku
masih hidup hingga sekarang. (sambil memeluk Panglima)
Panglima:
Tidaklah perlu Paduka meminta maaf padaku, karena inilah yang terbaik untukku.
Seanddainya dulu Paduka tidak memenjarakan hamba, sudah tentu hamba akan
menajdi salah satu orang yang dimakan oleh mereka itu. Justru karena paduka
memenjarakan hambalah, hamba menjadi selamat. INILAH YANG TERBAIK bagi hamba.
Hamba berterima kasih pada Paduka Raja. (dengan penuh hormat pada Raja)
Shalihaat……Satu
peristiwa akan berbeda makna bagi setiap orang. Bagi sang optimis, keburukan
bisa menjadi jalan kebaikan dan bagi sang pesimis keadaan yang kurang
menguntungkan akan dipandang sebagai sebenarnya keburukan. Cara pandang yang
berbeda, pada akhirnya akan menghasilkan proses kehidupan yang berbeda pula.
Sang optimis akan menjalani kehidupan lebih baik dan lebih bahagia, sedang sang
pesimis, kebahagiaannya akan terkatrol banyak oleh baik buruknya sesuatu sesuai
anggapannya sendiri. Padahal, ketika Allah telah menetapkan satu kejadian
berlaku, Dia telah mengetahui betul atas kebaikan apa yang bisa didapatkan
hamba-Nya di masa yang akan datang. Dia akan menyempurnakan setiap kejadian
menurut cara-Nya.
Baik
menurut kita, belumlah tentu baik menurut Allah.
Buruk
menurut kita, belumlah tentu buruk menurut Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar