Siapapun
orang akan mengakui bahwa tidaklah mudah menjadi seorang ibu rumah tangga di
abad ini. Jaman yang sudah banyak berubah, anak-anak yang semakin kritis, nilai
hidup yang semakin menurun, ajaran agama
sesat yang berseliweran dimana-mana, internet dan gadget yang semakin berperan
besar dalam aktifitas keseharian seseorang, tantangan hidup yang semakin berat,
masalah yang semakin kompleks, situasi ekonomi yang melesu, kebutuhan hidup
semakin membumbung tinggi dengan pendapatan suami yang belum tentu naik, semua
itu adalah keadaan yang semakin melengkapi deretan keluhan para ibu.
Tantangan
zaman sekarang bagi para orangtua, terutama ibu, sungguh berat. Tapi, haruskah
semua itu menjadi keluhan kita setiap hari yang memberangus kebahagiaan kita?
Oh no! Bukan pilihan hidup menyenangkan. Sebagai manusia yang sadar pentingnya
menikmati hidup dan dunia sebagai ladang pahala, maka pilihan kita pasti akan
jatuh ingin menjadi seorang ibu dengan hati pelangi. Menjadi ibu yang bisa
menularkan warna energi positif dan kebahagiaan kepada keluarga dan lingkungan.
Bisakah?
Tentu saja sangat bisa, selagi ada kemauan untuk berusaha menciptakannya dalam
kehidupan kita.
Allah
swt berfirman:
…إِنَّ
اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ...
“…Allah
tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, sampai mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri…” (QS. ar-Ra’d [13]: 11)
Memulai
hari dengan senyum dan penuh semangat
Saat
mata terbuka mendapati pagi telah tiba, berdoalah dan hadirkan semangat harapan
untuk menjadikan hari ini hari terbaik. Sugesti diri untuk menghadirkan energi
kesehatan, kebahagiaan, optimis, kebaikan, dan kelancaran. Hal yang dimulai
dengan kebaikan, maka dia akan mengiringi sepanjang perjalanan hari.
Fikiran
dan perasaan sang ibu, dia bak antena yang mengalirkan gelombang/sinyal ke
sekitar. Saat sinyal yang dipancarkan adalah kebaikan, kebahagiaan, rasa
optimis, keyakinan, dan nilai agama, maka demikianlah sinyal tersebut ditangkap
dan diterima oleh keluarga kita. Namun bila sinyal yang disebarkan hanyalah
berupa keluh-kesah, kekesalan, kemarahan, pertengkaran, caci-maki, menyalahkan
orang lain, kemalasan, maka seluruh anggota keluarga akan menerimanya,
merasakan akibatnya, dan menyelaraskan sinyal mereka dengannya. Kebaikan dan
keburukan adalah sesuatu yang diwariskan, dan peran sang ibu sangat besar di
sana.
Maka,
tiada cara lain untuk bisa melahirkan anak yang penuh semangat, keluarga yang
bahagia selain kita memulai itu semua. Sebarkan jiwa penuh semangat, pantang
berkeluh-kesah, penuh optimis, keyakinan yang kuat pada Allah swt, giat
bekerja, senang pada kebaikan, dan mencintai ilmu pengetahuan.
Jadilah
seorang ibu yang menjadi charger jiwa bagi keluarga. Kelembutannya
meneduhkan, kesabarannya menenangkan, dan semangatnya menggelorakan semangat
berjuang.
Dr
A’id Abdullah al-Qarni mengatakan semangat adalah hati yang penuh gairah, jiwa
yang penuh rindu, dan cita-cita yang tinggi. Ia mampu membawa pemiliknya
mengembara walaupun dia sedang tinggal di rumah, dan membawanya berjalan-jalan
walaupun ia sedang diam.
Semua
manusia sama saja rupa, daging, dan darahnya. Satu-satunya yang membedakan
mereka adalah semangat, sehingga salah seorang di antara mereka ada yang setara
dengan seribu manusia.
Seorang
ahli hikmah mengatakan, “Nilai kekuatan manusia terletak pada semangatnya,
bukan pada jumlah harta yang dimilikinya.
Easy
going
Hadits
riwayat Anas bin Malik ra, ia berkata Rasulullah saw bersabda, “Permudahlah
dan jangan mempersulit, dan jadikan suasana yang tenteram, jangan
menakut-nakuti. “ (HR. Muslim, No. 3264)
Tak
selamanya hari berjalan seperti apa yang kita harapkan. Adakalanya segala
sesuatunya dirasa mudah, namun seringkali juga kita dihadapkan pada kondisi
sulit. Pilihannya hanya dua: kita berkeluh menyalahkan keadaan, atau memilih
jalan untuk mau belajar menyesuaikan diri.
Contoh:
Bila
dulu membuat sayur sop bisa dengan daging ayam dan sekarang tidak, rasanya
kenikmatan sayur sop tidak akan berkurang walau daging ayam ditiadakan.
Bila
anak bisa jajan, sesekali jajan berkurang, saatnya untuk mengajarkan arti bersabar dan berhemat jajan.
Bila
dulu ke pasar naik kendaraan, dan sekarang harus berjalan kaki, nikmati saja
sebagai bagian untuk menyehatkan dan menurunkan berat badan.
Bila
dulu sebulan sekali beli pakaian dan sekarang harus berfikir ulang, mengapa
tidak padu padankan saja pakaian di lemari yang sudah menggudang.
Bila
dulu peralatan make-up diperhatikan, lengkap dengan perlengkapan perawatannya,
dan sekarang itu tak bisa lagi dilakukan, maka carilah cara alternatif lain
dengan biaya yang lebih bersahabat dan bisa kembali ke produk herbal. Rasanya
tidak tidak akan merugi, justru keuntungan agar wajah agar tidak mudah lelah dengan
tempelan bahan-bahan kimia.
Hidup
ini pilihan. Mau kita berdamai dengan keadaan atau banyak meratapinya, semua
ada di tangan kita. Namun bila kita tidak melekatkan kebahagiaan kehidupan kita
dengan naik turunnya keadaan dunia, banyak kebaikan yang datang. Hubungan
dengan suami tidak terganggu, keharmonisan rumah tangga tetap terjaga,
anak-anak belajar bagian lain dari perjuangan hidup, mengasah kesabaran,
menajamkan kepedulian terhadap sesama, wajah awet muda, menebar keceriaan,
tidak membebani fikiran dan perasaan berlebih-lebihan, dan semakin
terkuatkannya hubungan kita dengan Allah.
Shalihaat,
mudah dan berat hanyalah ada pada cara pandang kita atas sesuatu, dan bagaimana
kita rela menjalaninya.
Ayooo….masih
mau memperberat keadaan? Lebih baik kita permudah segalanya. Easy going is a
good choice! Jangan jadikan sikap suka mempersulit keadaan menjadi kebiasaan. Insyaallah,
Allah nanti akan mempermudah seluruh urusan kita.
Memperbaharui
fikiran dan memperbaiki diri
Nasihat
Imam asy-Syafi’i mengatakan:
Apabila
kita membutuhkan urusan dunia, carilah dengan ilmu.
Dan
apabila kita mengharapkan urusan akhirat, carilah pula dengan ilmu.
Manusia
bagaikan sebuah teko. Dia akan menumpahkan isi sesuai apa yang ada di dalamnya.
Bila isinya susu, maka akan keluar air susu. Bila didalamnya air teh, maka
itulah yang dikeluarkannya, dst. Artinya bagaimana bentuk sikap dan cara
pandang kita terhadap hidup dan kehidupan bergantung banyak pada isi akal
fikiran kita. Isi fikiran akan menggiring kita pada makna tertentu dari setiap
peristiwan/kejadian yang mampir di kehidupan kita. Bahagia, sengsara, cemas,
dan tenangnya kehidupan sangat
bergantung kepada dirinya sendiri.
Dan ilmu memiliki peran besar di sana.
Suatu
hari, Nabi saw membesuk seorang Arab Badui yang sedang menderita demam.
Beliau menghibur dan membesarkan hati orang tersebut. Beliau berkata, “Semoga
penyakitmu ini menjadi penawar dosa. “
Orang
Arab Badui tersebut menjawab, “Namun ini demam yang mendidih, menimpa seorang
tua yang renta, untuk menyeretnya ke liang kubur.”
Mendengar
keluhan orang itu, Nabi pun berkata,
“Kalau begitu, akan demikianlah jadinya. “
Maksudnya,
setiap urusan itu tunduk kepada anggapan (persepsi/cara pandang) seseorang.
Jika mau, kita bisa menjadikan sakit demam tersebut sebagai pembersih dan kita
rela. Atau jika mau, kita pun dapat menjadikannya sebagai kebinasaan dan kita
marah.
Nabi
saw bersabda, “Barangsiapa rela, maka baginyalah kerelaan, dan barangsiapa
benci, maka baginyalah kebencian. “ (HR. at-Tirmidzi)
Nilai
suatu pekerjaan -termasuk pekerjaan sebagai ibu rumah tangga- bahkan nilai si
pekerja itu sendiri sangat berkaitan erat dengan fikiran yang berputar di otak
dan perasaan yang berkecamuk di dalam jiwa. Dale carnegie berkata, “Sebenarnya
fikiran kitalah yang membentuk pribadi kita. Dan arahan fikiran kita adalah
faktor utama yang menentukan perjalanan hidup kita. “
Shalihaat,
semakin kompleks dan rumitnya masalah hidup, tak cukup diatasi hanya berbekal
pengalaman yang minim dengan ilmu yang seadanya. Ilmu bagi manusia seumpama
sebuah peta, penunjuk arah kemana arah jalan hidup yang mesti kita ambil, yang
bisa memetakan bagaimana kita bisa berfikira near –setidaknya menuju kea rah
sana. Tanpa peta ilmu, bisa dipastikan kita akan tersesat, dan berputar-putar
di tempat masalah tanpa tahu apa yang harus diperbuat, dan tak tahu arah tujuan.
Maka
bila kita harapkan hidup selamat bahagia dunia akhirat, kuncinya tiada
lain:milikilah ilmu. Karena ilmu menjawab semua kebutuhan manusia, solusi atas
setiap persoalan hidup. Ilmu dapat merobohkan benteng kebodohan dan kunci pembuka
istana kebahagiaan.
Jadikan
rumahku surgaku
Profesi
sebagai ibu rumah tangga adalah sebuah profesi yang teramat mulya bagi seorang
perempuan. Ustadzah Ummi Pipik Dian Irawati mengatakan, “Menjadi ibu rumah
tangga adalah sedekah yang abadi. Tidak ada yang bisa mengalahkan sedekah
seorang ibu rumah tangga. Ia mengurus anak dan keluarganya dalam satu hari 24
jam, setiap hari, sepanjang tahun, bahkan tiada hari libur. “
Demikianlah,
profesi ini dalam setiap aktifitasnya berpeluang besar menghadirkan runtuyan
pahala besar atasnya. Mengapa? Karena urusan rumah adalah ladang jihad
terbesarnya seorang perempuan.
Menurut
Ibnu Faris dalam bukunya Mu’jam al-Maqayis fi al-Lughah, semua kata yang
terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya
mengandung arti kesulitan, kesukaran, dan yang mirip dengannya.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا
فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dancarilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kamu
mendapat keberuntungan. “ (QS. al-Maidah [5]: 35)
Disini
dapat dilihat bahwa makna jihad adalah sebuah perjuangan berat yang harus
ditempuh. Ada kerja keras, kesungguhan, keletihan, kelelahan, pengorbanan. Bila
tidak demikian, mana mungkin seorang Fatimah -putri Rasulullah saw- meminta
ayahnya untuk menyediakan seorang khadimah baginya, yang kemudian dijawab oleh
Rasulullah saw dengan nasihat untuk berdzikir sebagai penyejuk jiwa, pelepas
kepenatan, penghibur di kala suntuk datang.
Menyadari bahwa di rumahlah pahala yang diharapkan bisa
diraih, dan surga yang dirindukan itu bisa datang, masihkah kita mengumbar
keluh atas lelahnya atau mengemas kelelahan dengan rasa kebahagiaan?
Bahagia
tidaknya, merasa bangga tidaknya atas profesi sebagai ibu dengan pekerjaan
rumah tangganya hanya terletak pada cara
pandang kita atas sesuatu. Hanya tinggal menggeser sedikit cara pandang, kita
bisa menswitch perasaan kita dari berkeluh menjadi bahagia, dari tak pede
menjadi bangga. Karena cinta dengan peran sebagai ibu rumah tangga itu adalah
sebuah cinta yang tidak memaksa, namun senantiasa berusaha melakukan seluruh
tugas dan tanggung jawab sepenuh jiwa.
Memperbaiki
hubungan dengan Allah
Sebanyak
apapun ilmu yang kita punya, semampu apapun kita mengerjakan sesuatu, tetap
berpagarkan keterbatasan. Seluruh perasaan positif: bahagia, senang, lapang
dada, semangat, dll hanyalah Allah-lah pemiliknya. Hadirnya kesadaran buah dari
pencerahan atas betapa mulyanya peran sebagai seorang ibu rumah tangga pun
hanya Allah yang mampu memunculkannya. Manusia, makhluk yang serba terbatas.
Dalam keterbatasan inilah kita membutuhkan yang Maha Tak Terbatas untuk
memberikan pertolongan, mengulurkan kasih sayang, mencenderungkan hati pada
kebaikan, sehingga memiliki keyakinan penuh serta pengharapan yang besar atas kehidupan.
Tiada
kenikmatan yang tak terhingga selain hidup merasa dekat dengan Allah.
Menjadikan Allah sebagai pusat dari seluruh aktifitas kita. Menjadikan Allah
sebagai alasan terbesar kita melakukan sesuatu. Menjadikan Allah satu-satunya
sandaran terkuat kita dalam memenuhi seluruh hajat hidup di dunia dan di
akhirat.
Apapun
apabila Allah menjadi tujuan terbesar, hidup akan jauh lebih bermakna,
jauh lebih bahagia, dan arah tujuan
hidup yang pasti.
Managemen
waktu yang seimbang
Hidup
bahagia itu ada dalam hidup yang berdinamika. Beragam bin berwarna. Tidak terikat
oleh satu dua pekerjaan saja dan melalaikan kebutuhan kita yang lainnya. Coba
kita perhatikan gerakan shalat. Ada takbiratul ihram, rukuk, sujud, tahiyyat,
dan salam yang ke semuanya mampu menggerakkan hingga 360 sendi tulang badan
kita. Bacaan setiap gerakan pun berbeda-beda. Ada bacaan pendek seperti dzikir,
ada yang panjang beruntai doa. Sikap tumaninah menjadi jeda bagi kesegaran jiwa,
mengembalikan tubuh pada posisi sempurna, sebelum beralih pada gerakan
berikutnya.
Subhanallah,
tidakkah kita perhatikan bahwa Allah melalui tata cara shalat sebenarnya
mengajarkan kita banyak hal tentang keseimbangan kehidupan. Jangan terpaku
hanya pada satu urusan, tapi seimbangkanlah dengan hal lainnya. Semua tahu
bagaimana kesibukan di rumah menguras banyak waktu seorang ibu. Namun, sebenarnya
selalu ada celah waktu untuk kita manfaatkan bagi kegiatan
lainnya, misalnya berolahraga, memperhatikan perawatan tubuh, menghadiri majelis
ilmu, menyalurkan hobby, atau sekedar menghirup udara segar di luar rumah. Kegiatan
yang berwarna memberi energi tersendiri, menyegarkan fikiran, dan melapangkan
dada.
Buat
dan atur jadwal kegiatan sehari-hari sedemikian rupa hingga tidak berbenturan
dengan tugas utama kita sebagai seorang ibu. Membawa serta buah hatipun tidak
ada salahnya. Apalagi bagi yang tidak memiliki khadimah di rumah. Pertama kali merepotkan...wajarlah.
Namanya juga anak. Tapi, seiring bertambah usia mereka, tingkat kerepotan akan
berkurang banyak.
Me
Time
Psikolog Elizabeth Santosa, M.Psi. mengatakan bahwa me time
adalah saat dimana individu melakukan self care (merawat diri) secara fisik
maupun psikis. Me time merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Jadi, setiap
individu dewasa yang jarang memberi waktu untuk diri sendiri melakukan me time
justru lebih rentan menderita stres kronis yang berakibat pada gangguan
kesehatan dan depresi.
Me
time sangat bermanfaat meningkatkan produktivitas kerja karena memberikan efek
‘segar’ (refresh). Hal ini juga dapat memberikan kualitas tidur yang baik,
mengurangi rasa cemas berlebihan, serta membuat individu menjadi pribadi lebih
menyenangkan sebagai istri, suami dan orangtua bagi keluarga serta teman. Idealnya,
seorang istri dapat melakukan me time setiap hari walau sebentar. Selama
setengah sampai satu jam.
Manfaat
me time:
~
Istirahat sejenak dari rutinitas
~
Booster semangat baru dan kepercayaan diri
~
Meningkatkan mood
~
Menghalau rasa jenuh dan stress
Cara
setiap ibu mengisi saat me time berbeda satu sama lain. Beberapa kegiatan yang
biasanya dilakukan antara lain:
~
Melakukan perawatan diri, baik dilakukan di rumah ataupun pergi ke salon kecantikan
~
Tadarus al-Qur’an
~
Membaca buku-buku menarik
~
Berkebun
~
Makan-makan di luar
~
Jalan-jalan
~
Menulis
~
Mendengarkan lagu
Sekalipun
me time kita butuhkan, namun jangan sampai jadi salah kaprah, misalnya:
~
Menjauh dan meninggalkan tugas dan kewajiban
~
Pergi ke tempat yang lebih banyak mudharatnya
~
Berboros-boros
~
Pergi ke tempat yang jauh dalam waktu yang lama
~
Meninggalkan anak tanpa pengawasan/pendampingan
Memperhatikan
penampilan diri
Shalihaat,
boleh jadi dugaan ini salah, namun saya berpendapat bahwa tanda seorang
ibu/istri yang bahagia itu adalah terlihat dari pancaran wajah dan penampilan dirinya. Siapapun yang bahagia
dengan kehidupannya, dan menghargai dirinya pasti dia akan peduli dengan penampilannya.
Kesibukan di rumah tidak menjadi alasan untuknya berdandan seadanya, berdasterkan
baju kebesaran.
Lakukan
perawatan tubuh disesuaikan dengan kemampuan diri masing-masing. Mampu ke
salon, Lakukanlah. Di saat keadaan tidak memungkinkan sekalipun, perawatan
masih bisa kita lakukan di rumah. Banyak cara perawatan alami yang informasinya
mudah kita temukan melalui media internet. Tinggal klik, semua info yang kita
butuhkan ada disana.
Tidak
ada alasan untuk mengatakan tidak tahu, karena ilmu telah terbentang di hadapan
kita. Tidak ada alasan untuk tidak ada waktu, karena sebenarnya kitalah sang
pengatur waktu itu sendiri.
Mari
kita sampaikan pesan kepada dunia dan teladan baik bagi buah hati di rumah
bahwa menjadi menjaga diri bersih, cantik dan terawat adalah bentuk rasa bangga
dan bahagia kita sebagai seorang ibu rumah tangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar